Pakar Jelaskan Sebab Orang Indonesia Kecanduan Nonton YouTube

Iptek1957 views

Inionline.id – Survei mengungkap warga Indonesia banyak menghabiskan waktunya di Hp untuk menonton video-video di YouTube. Simak penjelasan pakar soal fenomena ini.

Hal tersebut terungkap dalam laporan terbaru ‘Media State of Mobile 2024’ yang dirilis Data.AI awal 2024.

Laporan tersebut menunjukkan orang Indonesia paling banyak menghabiskan waktunya di platform layanan video milik Google tersebut dengan total waktu 69,9 miliar jam sepanjang 2023.

Durasi itu meningkat 3 persen secara tahun ke tahun atau year on year (YoY) dibanding 2022.

Di peringkat kedua, orang Indonesia paling banyak menonton TikTok. Tercatat, warga RI menghabiskan waktu 64,8 miliar jam di TikTok sepanjang 2023, naik 33 persen YoY.

Peringkat ketiga diisi oleh aplikasi pesan singkat milik Meta, WhatsApp, dengan total penggunaan 59,1 miliar jam sepanjang tahun lalu.

Aplikasi media sosial Instagram duduk di peringkat keempat dengan durasi 28,4 miliar jam di platform berbagi foto dan video tersebut.

Peringkat kelima jadi milik peramban atau browser Google Chrome. Menurut Data.AI, sepanjang tahun lalu orang Indonesia menghabiskan waktu 26,6 miliar jam di aplikasi tersebut.

Secara umum, orang Indonesia sudah kecanduan Hp, dengan menghabiskan waktu rata-rata lebih dari 6,05 jam sehari dengan smartphone-nya pada 2023.

Angka ini sekaligus menempatkan RI di urutan teratas sebagai negara yang menghabiskan waktu terlama dalam menggunakan perangkat mobile per harinya.

Indonesia sudah menempati peringkat teratas sebagai negara yang warganya menghabiskan waktu terlama dalam menggunakan Hp sejak 2020. Sejak tahun itu, rata-rata penggunaan Hp setiap harinya terus meningkat.

Tahun 2020 misalnya, rata-rata warga RI menggunakan Hp selama 5,63 jam per hari. Angka itu kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,99 jam per hari, dan 6,14 jam per hari pada 2022.

Efek adiktif

Francisca Hermawan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dalam makalahnya di 2022 mengungkap YouTube berpotensi memberi dampak kecanduan dan menimbulkan faktor kemelekatan (attachment).

Hal itu terungkap dalam ‘Analisis minat masyarakat pengguna platform YouTube sebagai media komunikasi digital masa kini’ dengan menggunakan responden 330 orang dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan pekerja.

“Secara psikologis YouTube menimbulkan kemelekatan terhadap penggunanya. Jumlah ini mencapai 20,9 persen responden,” tulisnya.

Rinciannya, sebagian kecil pengguna YouTube (2,4 persen) merasa mengalami ketagihan ekstrem terhadap YouTube; 18,5 persen mengalami ketagihan yang lebih rendah kadarnya.

“Namun sebagian besar tidak mengalami [ketagihan parah],” lanjutnya.

Terlebih, menurut studi itu, sebagian besar masyarakat Indonesia menggemari muatan hiburan, baik yang menjadi konsumen atau penonton pasif (56,8 persen), maupun para pengelola yang aktif (content creator) atau produsen-konsumen (43,6 persen).

Selain itu, warga RI pada dasarnya lebih suka menonton ketimbang membaca. Data UNESCO menyebut cuma 0,001 persen warga Indonesia yang memiliki minat baca. Artinya, cuma 1 dari 1000 orang Indonesia yang suka dan aktif membaca.

Cara bikin kecanduan

Austin Rausch, konselor klinis masalah kecanduan hingga depresi, mengungkapkan “penggunaan YouTube yang berlebihan dapat membuat ketagihan karena sifat platform yang menarik, rekomendasi yang dipersonalisasi, dan hal-hal baru yang terus-menerus.”

Menurutnya, perilaku kecanduan teknologi ini berasal dari sistem penghargaan otak, yang melepaskan hormon dopamin selama aktivitas yang menyenangkan.

Sifat adiktif YouTube, katanya, dapat dikaitkan dengan peran dopamin, neurotransmitter (senyawa kimia perantara antar sel saraf atau saraf dengan jaringan tubuh) yang terkait dengan kesenangan dan penghargaan di otak.

“Saat kita menghadapi sesuatu yang baru atau menarik, otak kita melepaskan dopamin, menciptakan sensasi yang menyenangkan.”

“YouTube memanfaatkan hal ini dengan menawarkan aliran beragam video secara terus-menerus yang memenuhi minat spesifik pengguna, sehingga sering menyebabkan pelepasan dopamin saat pengguna menemukan, menikmati, dan terlibat dengan konten,” urainya.

Rausch menuding fitur putar otomatis dan algoritma rekomendasi pada YouTube semakin berkontribusi pada siklus kecanduan ini.