Meski Corona Sehari Capai 200 Ribuan, Lockdown Bukan Pilihan Inggris

Internasional357 views

Inionline.id – Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengatakan pihaknya tak akan melakukan lockdown meski Inggris mengalami lonjakan kasus Corona harian karena varian Omicron.

Boris Johnson, menyatakan negaranya akan mampu menghadapi lonjakan kasus tanpa menutup aktivitas perekonomian. Inggris sendiri telah mencetak rekor tertinggi dengan lebih dari 218.000 kasus Corona dalam sehari.

Rabu (5/1/2022), PM Johnson menolak untuk memberlakukan lockdown ketat di Inggris. Dia menyatakan bahwa efek suntikan booster vaksin Corona dan kehati-hatian para warganya akan cukup untuk menahan gelombang terbaru.

PM Johnson menyatakan dirinya berpegang pada langkah ‘Rencana B’ yang diberlakukan di Inggris sejak bulan lalu. Langkah itu mencakup aturan pemakaian masker dalam transportasi umum dan pertokoan, tanpa membatasi acara sosial dan menutup pusat-pusat bisnis.

“Bersama dengan langkah Rencana B yang kita berlakukan sebelum Natal, kita memiliki peluang untuk mengatasi gelombang Omicron ini tanpa menutup negara kita sekali lagi. Kita bisa membiarkan sekolah dan bisnis-bisnis kita tetap buka, dan kita bisa mencari cara untuk hidup dengan virus ini,” cetus PM Johnson.

Meski begitu, PM Johnson memperingatkan adanya kondisi menantang dalam beberapa pekan ke depan.

“Tapi beberapa pekan ke depan akan menantang, baik di sini di Inggris dan seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah layanan akan terganggu oleh ketidakhadiran para staf,” imbuhnya.

Pada Selasa (4/1) waktu setempat, Inggris melaporkan 218.724 kasus Corona dalam sehari. Angka ini mencetak rekor terbaru untuk tambahan kasus tertinggi dalam sehari — meskipun angka itu juga dipengaruhi kelambatan pelaporan selama masa liburan akhir tahun.

Krisis Rumah Sakit

PM Johnson juga sebelumnya telah memperingatkan bahwa rumah-rumah sakit akan menghadapi tekanan besar dalam beberapa pekan ke depan, dan mengumumkan tes Corona harian untuk 100.000 pekerja sektor kritis.

Sementara penerimaan pasien di rumah sakit meningkat sejak pertengahan Desember, angka itu belum mempengaruhi tren kasus harian, yang diduga sebagai dampak vaksin dan suntikan booster, juga lebih rendahnya level keparahan varian Omicron dan jeda waktu orang-orang yang pergi ke rumah sakit.

Chief Medical Officer Inggris, Chris Whitty, secara terpisah menyatakan angka kematian tidak ikut meningkat saat terjadinya lonjakan kasus. Sedangkan PM Johnson menyebut bahwa lebih dari 60 persen pasien Corona yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) belum divaksinasi.

Rumah sakit di Inggris telah beralih menjadi ‘pijakan perang’ setelah mengalami kekurangan staf imbas gelombang infeksi Omicron.

Sebetulnya Inggris menyatakan penerimaan rumah sakit belum setinggi puncak gelombang pandemi sebelumnya, dan jumlah orang yang membutuhkan ventilasi tetap datar sejauh ini. Namun demikian, Layanan Kesehatan Nasional (NHS) yang dikelola negara tersebut sedang berjuang.

Sejumlah staf bahkan terpaksa tinggal di rumah setelah dites positif. Kondisi ini membuat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson berjanji akan mengambil tindakan untuk menutup kesenjangan staf di daerah yang paling parah dilanda.

Tak hanya itu, Johnson juga bakal mengaktifkan kembali klinik darurat “Nightingale” bersama dengan penyusunan sukarelawan medis yang didukung oleh dukungan tentara. “Berarti NHS kembali ke ‘pijakan perang’,” katanya pada konferensi pers.

“Jadi siapa pun yang mengira pertempuran kita dengan Covid sudah berakhir, saya khawatir, itu salah besar. Ini adalah momen untuk sangat berhati-hati,” lanjut Johnson.