Demokrat Menjelaskan Alasan Pilih Walkout saat Paripurna RUU Cipta Kerja

Politik057 views

Inionline.id – Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengungkap alasan Fraksi Partai Demokrat walk-out dari rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja. Benny mengatakan, tidak ada kesempatan lobi-lobi padahal dua fraksi menolak RUU Ciptaker. Menurutnya, pimpinan DPR sewenang-wenang tak memberikan kesempatan Fraksi Demokrat untuk bicara.

Benny menjelaskan, keputusan musyawarah mufakat diambil jika semua anggota dalam rapat paripurna setuju. Tetapi, karena ada dua fraksi menolak seharusnya bisa melakukan voting.

“Di sidang ini, kan ada dua fraksi yang tidak setuju RUU Ciptaker disahkan. Sesuai mekanisme tatib, kasih kesempatan lobby dulu supaya ada kesamaan pandangan. Kalau lobby tidak dicapai, kita voting. Tadi, pimpinan sewenang-wenang, tidak memberi kesempatan kepada kami untuk menyampaikan pandangan,” ujar Benny dalam keterangannya, Selasa (6/10).

Secara substansi, Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja sejak awal. Dua alasan tersebut mendorong Fraksi Demokrat walk-out ketika rapat paripurna.

“RUU ini tidak punya urgensi apa pun di tengah rakyat Indonesia sedang menderita. Rakyat sedang kesusahan akibat Covid-19, kok tega-teganya pemerintah membuat rancangan undang-undang yang tidak relevan dengan kebutuhan dan kesulitan masyarakat saat ini, lalu mendukung pengesahannya di paripurna,” jelasnya.

Lebih lanjut, Demokrat sejak awal meminta pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg ditolak. Supaya pemerintah fokus penanganan Covid-19 dan memiliki waktu lebih luas untuk mendalami Omnibus Law tersebut.

“Supaya ada proses diskusi di tingkat Panja (Panitia Kerja) yang lebih mendalam mengenai konsep-konsep. Ini kan sama sekali tidak. Dalam Panja, pembahasan RUU hanya ketok saja, ketok saja, tidak ada diskusinya,” ujar Waketum Partai Demokrat ini.

RUU Cipta Kerja juga dinilai lebih banyak mengakomodir kepentingan pebisnis. Kelompok rentan seperti nelayan, petani, pekerja, UMKM, sama sekali tidak diperhatikan.

Demokrat ketika masuk kembali ke Panja RUU Cipta Kerja meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan. Karena mendengar masukan dari kalangan pekerja dan federasi buruh, hak pekerja tidak diperhatikan dalam RUU tersebut.

“Yang paling nyata adalah ketentuan tentang pesangon, misalnya. Pesangon itu sesuai undang-undang eksisting adalah 32 kali gaji. Ini dipotong, pengusaha hanya tanggungjawab 16 kali. Lalu pemerintah dikasih tanggungjawab 9 kali, itu pun mekanismenya asuransi. Bayangkan, duit dari mana pemerintah bayar itu, apalagi dalam situasi ekonomi sulit ini,” jelasnya.

Demokrat, menurut Benny, tidak memiliki waktu untuk melakukan lobi-lobi karena waktu yang sempit.

“Bagaimana pula kami mau lobby, pembahasannya main ketok-ketok aja. RUU ini dibuat hanya untuk melayani kepentingan dan keserakahan pengusaha-pengusaha yang menurut kami berada di lingkaran oligarki kekuasaan saat ini,” ucapnya.

“Jangan atas nama Covid, pengusaha-pengusaha, pebisnis-pebisnis ini memanfaatkan kondisi, memaksa DPR dan Pemerintah mengesahkan undang-undang yang menguntungkan mereka. Bayangkan, setelah ini akan ada PHK habis-habisan dan dengan undang-undang ini, pesangon akan dibayar jauh lebih murah!” pungkasnya.