Soal Penanganan Imigran Rohingya, DPR Aceh Kritik Pusat dan UNHCR

Berita2357 views

Inionline.id – Gelombang imigran Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh sempat mendapat penolakan dari warga karena dinilai tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku di Tanah Rencong.

Ketua Komisi I DPR Aceh bidang hukum, politik, pemerintahan dan keamanan, Iskandar Usman Al-Farlaky menilai sikap pemerintah pusat dan lembaga PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) tidak jelas dalam menangani pengungsi Internasional. Selain itu, dia menilai koordinasi antarlembaga terkait untuk menangani masalah imigran Rohingya itu tak berjalan sebagaimana mestinya.

“Kondisi ini terjadi akibat sikap Pemerintah Pusat yang menangani pengungsi internasional tidak jelas, yang seharusnya memiliki sikap yang pasti soal Rohingnya sebab sudah terus menerus mendarat di Aceh,” kata Iskandar, Senin (20/11).

Ia menyebut, karena ketidakpastian itu muncul adanya masalah imigran Rohingya yang ada di Aceh seperti lari dari kamp hingga bersikap negatif atas warga lokal selama proses di penampungan.

Itu juga, sambungnya, diperparah minimnya sosialisasi di lapangan dari tim pemerintah dan UNHCR terutama di lokasi pengungsi yang mendarat.

Beban ke masyarakat Aceh

Iskandar mengatakan secara kemanusiaan kehadiran Rohingya ke Aceh tentu harus diterima dengan baik seperti sebelumnya.

Hanya saja, penanganan Rohingya saat ini seolah justru dibebankan ke masyarakat, apalagi soal bantuan makanan.

“Jangan selamanya kehadiran pengungsi dibebankan ke warga, sebab kondisi perekonomian warga kita juga tidak baik-baik saja,” ucap Iskandar.

Dari pengalaman sebelumnya, Iskandar memprediksi pengungsi Rohingya dari camp Culdbazar, Bangladesh akan terus berdatangan mengingat kapasitas kamp tersebut sudah over kapasitas. Sehingga mereka berlayar menuju Aceh untuk bisa masuk ke Negara Malaysia.

Kondisi seperti itu sudah pernah disampaikan pihaknya ke perwakilan UNHCR dan organisasi PBB untuk urusan migrasi internasional (IOM) di Indonesia.

“Solusi sementara pemerintah dan UNHCR dan IOM harus menyediakan lokasi yang terpisah dari masyarakat sembari mereka dipindahkan ke Negara Ketiga yang meratifikasi pengungsi internasional atau suaka,” ucapnya.

Sebagai informasi, kapal-kapal kayu yang membawa ratusan imigran Rohingya mendarat di sejumlah pesisir Aceh pada bulan ini selama sepekan lalu.

Kapal pertama yang tiba di Aceh adalah pada Selasa (14/11) sebanyak 200 orang, kemudian gelombang kedua di hari berikutnya berjumlah 174 orang dan gelombang ketiga pada Rabu (15/11) sebanyak 249 orang.

Namun kedatangan Rohingya di gelombang ketiga ditolak warga di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara dengan alasan imigran yang diterima sebelumnya berperilaku kurang baik.

Saat menolak, warga juga sudah memberikan bantuan makanan dan bahan bakar agar pengungsi tersebut tidak mendarat lagi di Aceh dan melanjutkan perjalanan sesuai tujuan mereka.

Terkait fenomena tersebut, Menko PMK Muhadjir Effendy menilai belum ada yang serius dari penolakan warga Aceh terhadap kedatangan pengungsi Rohingya di bulan ini yang hendak mendarat ke wilayah tersebut.

“Saya belum melihat ada yang serius, baru letupan-letupan yang sifatnya terbatas,” kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (20/11).

Meski begitu, Muhadjir mengatakan pemerintah sebetulnya terbuka dan perlu melayani dengan baik para pengungsi Rohingya tersebut. Di sisi lain ia mengatakan harus memerhatikan kesediaan dari warga setempat untuk menerima para pengungsi tersebut.

Pasalnya, ia mengatakan kehadiran pengungsi Rohingya ini berkaitan dengan entitas perilaku hingga budaya dari yang bersangkutan. Oleh karena itu, Muhadjir menekankan pada peran pemerintah daerah, terutama di kabupaten/kota terkait.

“Itu tentu saja bukan sekedar orang, tapi juga budayanya, perilakunya kemudian akomodasinya, kemudian itu harus di lihat dari sisi itu. Saya mohon pemerintah daerah terutama Provinsi Aceh dan kabupaten yang ketempatan supaya juga memerhatikan hal itu,” kata dia.