Inionline.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal mengumumkan langkah-langkah strategis dalam mencegah masuknya virus Marburg di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril, Selasa (21/2) malam.
“Mungkin dalam waktu satu minggu ini kita umumkan langkah-langkah strategis yang akan dilakukan,” ujar Syahril.
Syahril enggan menjelaskan lebih lanjut perihal apa langkah-langkah yang akan dilakukan pemerintah. Ia mengatakan penjelasan lebih lanjut akan dijabarkan ketika pihaknya mengumumkan langkah-langkah tersebut.
Selain itu, Syahril memastikan hingga saat ini virus Marburg belum masuk di Indonesia. Dia menjelaskan virus yang menyebar melalui manusia ini memang masih menjadi perhatian. Namun, virus Marburg belum menjadi kedaruratan global.
“Jadi yang penting (virus) Marburg belum ada di Indonesia ya. Dan itu memang masih menjadi perhatian dan belum menjadi kedaruratan global ya,” jelas dia.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebelumnya juga memastikan hingga saat ini virus tersebut belum masuk ke Indonesia.
“Di Indonesia belum ada (virus Marburg), dan kita juga masih nunggu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” kata Budi di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (16/2).
Ia mengatakan tak semua virus akan menyebar luas ke berbagai negara. Begitu pula dengan Marburg yang kini tengah mewabah di Afrika.
Budi juga meminta agar masyarakat tidak panik dengan kemunculan berbagai virus di sejumlah negara. Adapun kini, otoritas kesehatan memang memantau adanya penyebaran virus dengan masing-masing tingkat infeksi yang berbeda.
“Kita enggak usah terlalu panik juga. Kita lihat ada level-levelnya, tuh. Apa ini termasuk variant of interest, apa masuk variant of concern, apa masuk under monitoring. Nah, itu kita perhatikan,” jelas Budi.
Indonesia, kata Budi, akan terus memantau dan mengikuti perkembangan dari WHO terkait virus Marburg ini. Hal yang pasti adalah masyarakat tidak harus panik dengan virus tersebut.
Wabah virus Marburg pertama kali terjadi di Jerman pada 1967 silam. Virus ini berasal dari keluarga yang sama dengan virus penyebab Ebola.
Berdasarkan catatan WHO, terdapat sembilan kasus kematian akibat virus ini. Kasus kematian itu terjadi di Provinsi Kie Ntem, Guinea Khatulistiwa pada Senin (13/4). Gejala yang dialami pasien rata-rata demam, kelelahan, diare, hingga muntah darah.
