Semenjak Pasukan Ukraina Makin Berontak Tentara Rusia Melunak

Internasional157 views

Inionline.id – Invasi Rusia di Ukraina masih terus berkobar sejak akhir Februari lalu meski pasukan Presiden Vladimir Putin sudah menunjukkan tanda-tanda kewalahan menghadapi perlawanan Kyiv.

Banyak pasukan Rusia dikabarkan kocar-kacir hingga ogah melaksanakan mandat di medan perang karena tak mendapat persediaan memadai sampai beberapa ada yang kelaparan. Bahkan eks jenderal militer Rusia sempat mengatakan bahwa Moskow kini dalam mode bertahan dan hanya bisa memantau pergerakan Ukraina.

Sejak September lalu, pasukan Ukraina memang makin garang menunjukkan taringnya, terutama setelah mendapat pasokan senjata dari Amerika Serikat dan sekutu Barat lainnya.

Janji Washington untuk menyumbang sistem pertahanan rudal Patriot juga dinilai makin membuat ciut Rusia, meski Kremlin selalu membantah hal tersebut.

Di tengah situasi itu, Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan untuk pertama kalinya mengaku ingin menyudahi perang di Ukraina. Sambil menggunakan istilah “perang” yang selama ini ia hindari, Putin menilai permusuhan hanya akan mengakibatkan kerugian yang tak berarti.

Ia lantas menyerukan solusi diplomatik dan negosiasi sebagai jalan tengah mengatasi konflik.

“Saya telah mengatakan berkali-kali: intensifikasi permusuhan menyebabkan kerugian yang tidak dapat dibenarkan,” kata Putin kepada wartawan di Moskow pada Kamis (22/12).

“Tujuan kami bukan untuk memutar roda konflik militer, tetapi sebaliknya, untuk mengakhiri perang ini. Kami akan berusaha mengakhiri (perang) ini, tentu saja lebih cepat lebih baik,” paparnya menambahkan seperti dikutip Reuters.

Dalam wawancara di stasiun TV Rossiya 1, Putin juga menegaskan bahwa Kremlin selama ini terbuka untuk dialog. Menurutnya Ukraina dan sekutunya lah yang selalu ogah bernegosiasi.

“Kami siap bernegosiasi dengan setiap pihak yang terlibat terkait solusi-solusi yang dapat diterima. Tapi ini semua tergantung mereka (Ukraina dan Barat),” ujar Putin dalam wawancara di stasiun televisi Rossiya 1 pada Minggu (25/12).

“Bukan kami yang menolak untuk bernegosiasi, tapi mereka,” paparnya menambahkan.

Pernyataan Putin itu lantas ditepis oleh Ukraina. Penasihat ekonomi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Alexander Rodyansky, mengatakan bahwa omongan Putin hanya untuk mengulur waktu demi memperkuat pasukan Moskow.

“Blitzkrieg telah melakukan kesalahan besar dan mereka menyadari itu. Jadi mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk berkumpul dan membangun kembali pasukan mereka,” kata Rodnyangsky.

Penasihat Zelensky lainnya, Mykhailo Podolyak, juga menganggap Putin berhalusinasi. Ia lalu meminta sang presiden untuk sadar bahwa Rusia lah yang selama ini enggan berunding.

“Rusia dengan tangan sendiri menyerang Ukraina dan membunuh warganya. Rusia tidak menginginkan negosiasi, tapi berusaha menghindari tanggung jawab,” papar Podolyak.

Jika melihat medan perang, ucapan Putin sendiri memang sangat bertolak belakang. Pasukan Moskow masih gencar menggempur Ukraina, bahkan di saat Natal.

Pada Senin (26/12), Zelensky mengatakan bahwa situasi di garis depan di sejumlah wilayah seperti Bakhmut, Kreminna, dan daerah lain di Donbas timur cukup “sulit dan menyakitkan.”

Hal itu lantaran pasukan Rusia mengerahkan segala cara untuk mengalahkan mereka di wilayah tersebut.

Pada hari yang sama, Ukraina pun menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendepak Rusia dari keanggotaan PBB.

“Ukraina meminta negara-negara anggota PBB untuk mencabut status Federasi Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan mengeluarkannya dari PBB secara keseluruhan,” kata Kementerian Luar Negeri Ukraina seperti dikutip dari AFP, Senin (26/12).

Selain meminta mengeluarkan Rusia dari keanggotaan, Kemlu Ukraina juga menyebut Moskow telah secara ilegal menduduki kursi Uni Soviet di Dewan Keamanan PBB sejak pecahnya Uni Soviet pada 1991 lalu.

“Dari sudut pandang hukum dan politik, hanya ada satu kesimpulan: Rusia adalah perampas kursi Uni Soviet di Dewan Keamanan PBB,” tambahnya.

“Tiga dekade kehadiran ilegalnya di PBB telah ditandai dengan perang dan perampasan wilayah negara lain,” tambah pernyataan itu.