Soal Pasok Senjata ke Rusia Korut Membantah Keras Tuduhan AS

Internasional257 views

Inionline.id – Korea Utara (Korut) membantah keras tuduhan Amerika Serikat (AS) soal Pyongyang mengirimkan pasokan amunisi artileri ke Rusia untuk membantu invasi di Ukraina. Korut menyebut tuduhan AS itu ‘tidak berdasar’ dan merupakan ‘upaya jahat’ untuk menodai citra Pyongyang.

Selasa (8/11/2022), bantahan Korut itu menanggapi laporan yang diungkapkan penasihat keamanan nasional Gedung Putih John Kirby, pekan lalu, bahwa pengiriman pasokan amunisi artileri dari Korut ke Rusia disamarkan dengan disalurkan via negara-negara Timur Tengah atau Afrika.

“Baru-baru ini, AS terus-menerus menyebarkan ‘rumor transaksi senjata’ antara DPRK (nama resmi Korut) dan Rusia, yang tidak berdasar,” ucap wakil direktur urusan luar negeri militer pada Kementerian Pertahanan Nasional Korut dalam pernyataan yang dikutip Korean Central News Agency (KCNA).

Disebutkan bahwa Korut memandang ‘rumor’ itu sebagai bagian dari ‘upaya-upaya jahat untuk menodai citra DPRK di arena internasional’ yang dilakukan AS.

“Kami sekali lagi memperjelas bahwa kami tidak pernah melakukan ‘transaksi senjata’ dengan Rusia dan bahwa kami tidak memiliki rencana untuk melakukan itu di masa mendatang,” tegas wakil direktur urusan luar negeri militer pada Kementerian Pertahanan Nasional Korut.

Dalam pernyataannya pekan lalu, Kirby mengatakan para pejabat AS tidak mengetahui secara pasti apakah pasokan amunisi artileri Korut itu benar-benar diterima Rusia. Hanya disebutkan bahwa AS memantau pengiriman persenjataan semacam itu.

Laporan AS sebelumnya mengindikasikan Korut ‘secara diam-diam memasok perang Rusia di Ukraina dengan sejumlah besar peluru artileri, sembari mengaburkan tujuan sebenarnya dari pengiriman senjata itu dengan berusaha membuatnya seolah-olah dikirimkan ke negara-negara di Timur Tengah atau Afrika’.

Disebutkan juga bahwa AS meyakini peluru artileri dalam jumlah ‘signifikan’ itu cukup untuk membantu Rusia memperpanjang perang, yang dimulai sejak invasi dilancarkan ke Ukraina pada 24 Februari lalu, namun tidak cukup untuk memberikan keuntungan atas pasukan Ukraina yang mendapat pasokan senjata Barat.