Dewan Jabar M Ichsan Desak Kemenaker RI Cabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang JHT

Berita157 views

Bogor, Inionline.id – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Mochamad Ichsan Maoluddin mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang diundangkan tanggal 4 Februari 2022.

Point yang menjadi polemik di masyarakat terkait aturan baru BPJS Ketenagakerjaan untuk klaim layanan Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa di usia 56 tahun.

Dewan Jabar M Ichsan menilai peraturan tersebut sangat tidak memihak kaum pekerja dimana ketika seorang pekerja terkena PHK, atau mengundurkan diri namun dana JHT tersebut tidak bisa dicairkan.

“Jadi mengapa tiba-tiba Menaker yang baru Bu Ida Fauziah entah mungkin sempat dengan Presiden tapi ide itu muncul dari kemenaker sehingga ini menuai protes, karena yang disebut buruh atau apapun itu tidak hanya buruh saja tapi semua yang mendapat upah konsekuensinya akan mengalami hal yang sama,” kata M Ichsan, Kamis (17/02/2022).

Hal ini dirasa M Ichsan sangat mencederai hak-hak buruh atau karyawan sehingga sebagai anggota DPRD Jawa Barat dirinya melalui Komisi V DPRD Jabar telah menyatakan sikap dan permintaannya kepada Dinas Ketenagakerjaan Jawa Barat agar Kemenaker RI mencabut peraturan tersebut.

“Kasus ini digeneralisasi sama bagi mereka yang keluar, baik resign, PHK, itu yang betul-betul menciderai hak-hak buruh atau hak karyawan sehingga saya juga berkesempatan menyampaikan statement ini ke publik bahwa batalkan saja atau cabut, ini sudah ditetapkan tapi pada bulan mei dan seterusnya mulai tahun ini peraturan tersebut bisa menjadi ancaman,” tukas M Ichsan.

Menurutnya Peraturan JHT ini ditambah Omnibus Law bakal adalah pelanggaran terhadap keadilan dan kemanusiaan karena karyawan yang di PHK atau resign harus menunggu hingga usia 56 tahun guna memperoleh hak kesejahteraannya.

“Bayangkan jika usia seorang pekerja 36 tahun lalu dia di PHK, maka orang tersebut harus menunggu 20 tahuh kemudian baru lalu dicairkan hak tunjangannya, padahal itu adalah salah satu upah yang terpotong secara reguler atau bulanan dari buruh atau karyawan tersebut,” pungkas M Ichsan.