WHO Sebut Omicron Picu ‘Tsunami’ COVID, Inggris Mencatat 183 Ribu Kasus Sehari

Internasional157 views

Inionline.id – Kasus harian COVID-19 di Inggris melonjak dan mencapai rekor tertinggi 183.037 pada Rabu, di tengah penyebaran cepat varian Omicron.

Kasus ini meroket ke rekor tertinggi karena varian Omicron yang sangat menular, yang menurut pejabat, saat ini merupakan 90% dari semua kasus komunitas di Inggris.

Angka terbaru ini termasuk data lima hari dari Irlandia Utara, terhitung hampir 23.000 kasus, setelah pelaporannya tertunda selama Natal.

Selama tujuh hari terakhir, 914.723 orang dinyatakan positif COVID-19 di seluruh Inggris.

Dan total ada 10.462 orang yang dirawat di rumah sakit akibat COVID di Inggris pada Rabu pagi, menurut otoritas kesehatan Inggris, NHS.

Angka ini naik 48% dari sepekan lalu dan merupakan jumlah penerimaan tertinggi sejak 1 Maret.

Inggris adalah salah satu negara di Eropa yang paling parah terdampak pandemi.

WHO: Omicron sebabkan tsunami kasus COVID

Sementara itu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mengatakan varian Omicron menyebabkan tsunami kasus COVID sehingga sangat membebani sistem kesehatan dan staf di seluruh dunia.

Dalam jumpa pers di Jenewa, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kini tiba waktunya bagi negara-negara kaya untuk meninggalkan nasionalisme jangka pendek dan mengakhiri ketimpangan vaksin di dunia.

Pekan lalu, koalisi aktivis vaksin, Aliansi Vaksin Rakyat, mengatakan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris menerima vaksin jauh lebih banyak selama enam pekan terakhir dibanding jumlah dosis yang diterima Afrika selama satu tahun.

Sementara itu, kasus virus Corona terus melonjak di banyak negara, tak terkecuali India.

Pemerintah Inggris mendesak warga mendapatkan vaksin COVID dosis ketiga di tengah kenaikan tajam kasus harian sejak 15 Desember 2021. (EPA)

Pihak berwenang di ibu kota Delhi menaikkan peringatan risiko dan membatasi kapasitas penumpang di angkutan umum sebagai upaya menekan penyebaran varian Omicron.

Ketua Yayasan Kesehatan Masyarakat India, Profesor Srinath Reddy, mengingatkan pemerintah untuk mengambil tindakan mendesak.

Inggris, salah satu negara di Eropa ‘paling parah terdampak’

Pekan lalu, Kasus harian COVID-19 di Inggris menembus 100.000 untuk pertama kalinya, di tengah penyebaran cepat varian Omicron.

Pada hari Rabu (22/12/2021), kasus positif mencapai 106.122 menurut data pemerintah.

Sejak 15 Desember, kasus positif harian di Inggris berada di kisaran 90.000.

Pada hari Selasa, 8.008 orang dirawat di rumah sakit akibat COVID, yang tertinggi sejak 22 November, namun jauh lebih rendah dibandingkan puncak pandemi pada musim dingin tahun lalu.

Inggris adalah salah satu negara di Eropa yang paling parah terdampak pandemi, dan pemerintah mendesak warga agar mendapatkan vaksin dosis ketiga.

Di Prancis, Menteri Kesehatan Olivier Veran, memperingatkan kasus harian COVID di negaranya bisa mencapai 100.000 per hari.

Kasus pada hari Selasa mencapai hampir 73.000, yang tertinggi sejak pandemi bermula.

“Kita bisa melihat bahwa badai akan datang. Omicron sedang atau telah menjadi varian dominan di beberapa negara, termasuk Denmark, Portugal, dan Inggris, di mana angka kasus naik dua kali lipat setiap 1,5 hingga tiga hari, yang memicu tingkat penularan yang tak pernah kita saksikan sebelumnya,” kata Kluge.

“Dalam beberapa pekan, Omicron akan menjadi penyebab terbesar COVID di lebih banyak negara, yang mengancam sistem layanan kesehatan, yang sudah begitu sangat tertekan,” imbuhnya.

Di tengah penyebaran cepat varian Omicron, WHO sudah meminta masyarakat untuk membatalkan rencana liburan Natal dan Tahun Baru demi melindungi kesehatan publik.

“Lebih baik acara batal daripada nyawa yang batal,” kata kepala WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia menambahkan bahwa “keputusan sulit” harus dibuat.

“Dalam beberapa kasus, itu berarti membatalkan atau menunda acara,” katanya.

Ia menambahkan bahwa sekarang sudah ada “bukti konsisten bahwa Omicron menyebar secara signifikan lebih cepat daripada … varian Delta.”

Komentar Dr. Tedros muncul ketika sejumlah negara – termasuk Prancis dan Jerman – telah memperketat kebijakan pembatasan dan membatasi perjalanan demi menghentikan penyebaran varian baru. Belanda, misalnya, memberlakukan karantina wilayah ketat selama periode Natal.

Gedung Putih mengatakan pada Senin (20/12) bahwa Presiden Joe Biden tidak berencana untuk “mengkarantina negara”.

Pakar penyakit menular terkemuka di AS, Dr Anthony Fauci, sebelumnya memperingatkan bahwa perjalanan saat Natal akan meningkatkan penyebaran Omicron bahkan di antara warga yang sudah divaksinasi dosis penuh.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan pada Senin (20/12) bahwa pemerintah perlu “mempertimbangkan kemungkinan” untuk menerapkan aturan baru di Inggris ketika kasus Omicron melonjak, namun ia tidak mengumumkan pembatasan yang lebih ketat.

Perayaan Malam Tahun Baru di Trafalgar Square London telah dibatalkan “demi kepentingan keselamatan publik”, kata Walikota Sadiq Khan.

Omicron – pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada bulan November – telah digolongkan sebagai “variant of concern” oleh WHO.

Berbicara pada taklimat hari Senin, Dr Tedros mengatakan: “Kita semua sudah muak dengan pandemi ini. Kita semua ingin menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga. Kita semua ingin kembali normal.

“Cara tercepat untuk mewujudkan itu ialah kita semua, pemimpin dan individu, perlu membuat keputusan sulit demi melindungi diri kita sendiri dan orang lain.

“Dalam beberapa kasus, itu berarti membatalkan atau menunda acara. Lebih baik membatalkan sekarang dan merayakannya di kemudian hari daripada merayakannya sekarang dan berduka kemudian.”

Dr Tedros juga menekankan bahwa pandemi dapat berakhir pada tahun 2022 dengan memastikan bahwa 70% populasi di setiap negara di dunia sudah divaksinasi pada pertengahan tahun depan.

Dia juga mengatakan bahwa China, tempat wabah virus corona diyakini dimulai pada 2019, harus membuka data dan informasi yang relevan.

“Kita perlu melanjutkan [penelitian] sampai kita tahu dari mana asal-usulnya, kita perlu berusaha lebih keras karena kita harus belajar dari apa yang terjadi kali ini untuk [melakukan] yang lebih baik pada masa depan,” kata Dr Tedros.

Sementara itu, kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pada hari Senin (20/12) bahwa akan “tidak bijaksana” untuk menyimpulkan dari bukti awal bahwa Omicron adalah varian yang lebih ringan daripada yang sebelumnya.

Dia memperingatkan bahwa “dengan angka [kasus positif] yang naik, semua sistem kesehatan akan terbebani”.

Negara-negara Eropa perketat pembatasan

Omicron yang menular dengan sangat cepat, tercatat sebagai kasus COVID-19 paling banyak di London. Varian ini juga meningkat di negara-negara lain di Eropa yang mulai menerapkan pengetatan.

Jerman menerapkan karantina 14 hari untuk semua yang tiba dari Inggris mulai Senin (20/12) dan Prancis menutup perbatasan turis dari Inggris mulai Sabtu (18/12).

Sementara Belanda, mulai Minggu (19/12) menerapkan lockdown ketat sampai paling tidak 14 Januari. Dengan pembatasan ini, toko-toko tidak esensial, bar, salon dan tempat umum lain harus tutup. Selama musim libur Natal, satu rumah hanya boleh menerima dua tamu.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengatakan langkah itu “tidak bisa dihindari.”

Sejumlah negara di Eropa lain, juga tengah mempertimbangkan pembatasan baru yang lebih tegas dalam upaya menekan Omicron yang menyebar cepat di benua ini.

Varian Omicron “menyebar secepat kilat” di Eropa dan diperkirakan akan menjadi kasus dominan di Prancis awal tahun depan, kata Perdana Menteri Jean Castex ketika mengumumkan pembatasan turis dari Inggris, Jumat (17/12) lalu.

Robert-Koch-Institut (RKI) – sebuah badan kesehatan federal Jerman – mengumumkan aturan-aturan baru itu karena mengklasifikasikan Inggris sebagai area varian virus yang menjadi perhatian, dengan tingkat risiko COVID tertinggi.

Denmark, Prancis, Norwegia, dan Lebanon juga telah ditambahkan ke daftar risiko tinggi Jerman dan perjalanan dari negara-negara tersebut akan dibatasi.

Keputusan itu dibuat oleh RKI pada hari Sabtu, ketika Inggris melaporkan 90.418 kasus COVID baru – setelah beberapa hari mencapai rekor tertinggi. Pada hari Minggu (19/12), 82.886 kasus dilaporkan.

Meskipun jumlah kasus virus Corona baru yang dikonfirmasi di Jerman lebih rendah daripada di Inggris, dengan 50.968 kasus baru dilaporkan pada hari Jumat, jumlah kematian setelah tes positif COVID meningkat. Jerman melaporkan 437 kematian pada hari Jumat.

Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach mengatakan, Jerman harus bersiap untuk tantangan “yang belum pernah kita lihat dalam bentuk ini sebelumnya” dan “semakin kita bisa mendorong kembali … semakin baik”.

Berbicara di siaran ARD pada hari Minggu, Lauterbach membantah kebijakan lockdown sebelum Natal, dengan mengatakan: “Tidak akan ada lockdown sebelum Natal di sini. Tapi kita akan mendapatkan gelombang kelima – kita telah melewati sejumlah kritis infeksi Omicron.”

Dewan pakar corona pemerintah federal – sebuah kelompok penasihat yang terdiri dari 19 anggota – memperingatkan peningkatan risiko terhadap “infrastruktur kritis” Jerman, dengan mengatakan rumah sakit, layanan kesehatan, dan utilitas dasar dapat terganggu jika langkah lebih lanjut tidak diambil.

Sejumlah pembatasan saat ini diberlakukan di Jerman, kebanyakan dari mereka adalah orang yang tidak divaksinasi. Sekitar 70% dari populasi Jerman sekarang sepenuhnya telah divaksinasi.

Belanda lockdown satu bulan

Lockdown selama satu bulan penuh resmi berlaku di Belanda mulai hari Minggu (19/12).

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengatakan tindakan cepat — termasuk menutup sekolah dan toko non-esensial, bar, pusat kebugaran, pangkas rambut — diperlukan agar rumah-rumah sakit tidak kewalahan.

Penutupan ini hingga setidaknya 14 Januari 2022. Rutte, mengatakan penerapan kebijakan ini “tak terhindarkan”.

Berdasarkan kebijakan karantina wilayah, warga diminta untuk berada di rumah sebisa mungkin.

Jika menerima tamu, maksimal dua orang. Untuk periode 24 hingga 26 Desember dan pada 1 Januari, jumlah tamu yang berkunjung ke satu rumah maksimal empat orang.

Denmark, Irlandia, dan Swiss semuanya menerapkan kembali sejumlah pengetatan.

Di Inggris, Menteri Kesehatan, Sajid Javid, mengatakan diperkirakan 60% dari kasus baru COVID-19 di Inggris disebabkan oleh varian Omicron.

Ia juga mengatakan terbuka kemungkinan pemerintah memberlakukan pengetatan sebelum Natal.

Lima pertanyaan tentang Omicron:

-Apa itu Omicron?
-Dari mana Omicron berasal?
-Seperti apa gejala terinfeksi varian Omicron?
-Dapatkan booster vaksin mengatasi Omicron?
-Apa yang bisa kita pelajari dari Afrika Selatan?

Rekor kasus Omicron di Inggris

Wali Kota London, Sadiq Khan, mengatakan jumlah kasus mencapai rekor di ibu kota Inggris menunjukkan “betapa seriusnya keadaan ini”. (Reuters)

Di Inggris, lebih dari 10.000 kasus COVID yang disebabkan varian baru Omicron telah muncul pada Sabtu (18/12). Pada Minggu (19/12), sekitar 60% dari kasus baru COVID-19 disebabkan oleh Omicron.

Para penasihat ilmiah memperingatkan jumlah pasien yang dirawat di Inggris bisa mencapai 3.000 orang per hari tanpa penerapan kebijakan apapun.

Wali Kota London, Sadiq Khan, mengatakan jumlah kasus mencapai rekor di ibu kota Inggris menunjukkan “betapa seriusnya keadaan ini”.

Menurutnya, layanan kesehatan, dinas pemadam kebakaran, kepolisian, dan Balai Kota London “luar biasa khawatir dengan lonjakan besar varian Omicron”.

Per Jumat (17/12), terdapat 1.534 pasien COVID yang dirawat di semua rumah sakit di London, naik 28,6% dari pekan lalu.

Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, memperingatkan bahwa gelombang besar varian Omicron akan melanda Inggris dalam waktu dekat. Sebagai langkah antisipasi, suntikan vaksin dosis ketiga atau booster akan diberikan kepada khalayak Inggris berusia di atas 18 tahun mulai pekan ini.

“Tiada yang seharusnya meragukan bahwa gelombang besar akibat varian Omicron akan terjadi,” kata Boris dalam sebuah pernyataan di televisi, Minggu (12/12) malam.

Boris kemarin meningkatkan status kewaspadaan terhadap virus Corona ke level empat. Keputusan itu dia ambil setelah para ilmuwan memperkirakan akan ada gelombang besar penularan pada Januari mendatang.

Kewaspadaan level empat menandakan penularan yang tinggi. Status ini terakhir kali diterapkan di Inggris pada Mei lalu.

“Saya khawatir kita sekarang menghadapi keadaan darurat dalam pertempuran melawan varian baru Omicron,” kata Boris.

“Sekarang jelas bahwa dua dosis vaksin tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang kita semua butuhkan.

“Namun kabar baiknya, para ilmuwan kita yakin bahwa dengan dosis ketiga, semua orang dapat meningkatkan level perlindungan itu kembali,” ucapnya.

Suntikan dosis ketiga pekan ini akan mulai tersedia bagi semua warga Inggris yang berusia di atas 18 tahun Sebelumnya, suntikan ketiga ini baru akan ditawarkan akhir Januari mendatang.

“Pada titik ini para ilmuwan tidak dapat memastikan bahwa Omicron tidak terlalu parah,” ujar Boris.

“Dan jika itu terbukti benar, kami sudah tahu varian itu jauh lebih menular sehingga gelombang kasus akibat Omicron pada orang-orang yang tidak menerima dosis ketiga akan berisiko meningkatkan cakupan rawat inap dan menyebabkan kematian yang sangat banyak,” tuturnya.

Warga Inggris berusia 18 tahun ke atas dapat menerima vaksin dosis ketiga jika sudah melewati masa tenggang tiga bulan sejak dosis kedua.

Untuk mencapai target pemberian dosis ketiga, Boris menyebut banyak pertemuan medis antara dokter dan pasien harus ditunda hingga tahun baru.

Beberapa dokter sudah diizinkan menunda pemeriksaan kesehatan rutin untuk memberi ruang bagi vaksinasi.

Data ilmiah awal menunjukkan, vaksin dosis ketiga bisa mencegah sekitar hingga 75% orang dari gejala COVID yang disebabkan varian Omicron.

Setidaknya setengah juta suntikan dosis ketiga disalurkan di Inggris, Sabtu lalu atau hari kedua sejak peluncuran vaksin booster.

Merujuk prediksi sejumlah ilmuwan, Inggris akan menghadapi gelombang besar infeksi COVID akibat varian Omicron pada Januari mendatang, jika pembatasan sosial tidak diterapkan.

Berdasarkan riset itu, jumlah kematian akibat Omicron di Inggris bisa mencapai 25.000 hingga 75.000 pada akhir April 2022. Jumlah itu tergantung pada seberapa baik vaksin menghadapi varian tersebut.

Namun para ahli di balik penelitian itu berkata bahwa masih ada ketidakpastian seputar pemodelan.

Adapun prediksi itu diragukan ilmuwan lain yang tidak terkait dengan penelitian tersebut.

Studi ini dilakukan kelompok pemodel penyakit di London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM). Ini merupakan grup ilmuwan berpengaruh yang juga memberikan masukan pada pemerintah Inggris.

Bagaimanapun, hasil riset itu bukanlah prediksi pasti tentang dampak Omicron di Inggris. Penelitian itu hanya mengungkap sejumlah potensi yang bisa terjadi.

Penelitian itu didasarkan pada asumsi bahwa Omicron tidak akan berdampak parah pada kesehatan jika menginfeksi seseorang yang sudah divaksinasi.

Riset LSHTM juga memperhitungkan kebijakan dalam Rencana B yang saat ini diterapkan Inggris.

Cakupan luas vaksin dosis ketiga booster kemungkinan akan mengurangi dampak gelombang Omicron, menurut para peneliti tersebut.

Riset ini dipublikasikan Sabtu lalu, saat 54.073 kasus baru tercatat di Inggris. Dari jumlah itu, terdapat 633 kasus varian Omicron, meski jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.

Nick Davies, salah satu peneliti dalam riset itu, mengatakan bahwa Omicron menyebar sangat cepat. Varian ini, kata dia, cukup mengkhawatirkan dan kemungkinan akan menjadi bentuk virus yang dominan di Inggris pada akhir tahun ini.

Menurut riset itu, jumlah orang di Inggris yang terinfeksi COVID saat ini berlipat ganda setiap 2,4 hari.

Tren itu terjadi walau Inggris memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi dan lebih cepat dari bentuk asli penyebaran virus ketika tidak ada yang memiliki perlindungan.

“Berdasarkan apa yang kami teliti, kami dapat memperkirakan akan ada gelombang besar Omicron di Inggris,” kata Davies.

Dalam skenario terburuk, menurut Davies, pembatasan sosial yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah runtuhnya sistem perawatan di rumah sakit.

Apa saja prediksi riset itu?

Skenario ‘paling optimis’ mengasumsikan Omicron memiliki kekebalan yang rendah, sementara vaksin booster sangat efektif. Dalam pemodelan ini, pada periode 1 Desember hingga 30 April di Inggris akan ada:

20,9 juta kasus positif
175.000 kasus rawat inap
24.700 kematian
Dalam skenario paling pesimis, yang mengasumsikan Omicron memiliki kekebalan yang tinggi dan vaksin dosis ketiga kurang efektif, pada periode yang sama akan terjadi:

34,2 juta kasus positif
492.000 kasus rawat inap
74.900 kematian