4 Tahun Kasus Air Keras, Novel Menyinggung Perjuangan Kebenaran

Inionline.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, angkat suara terkait peristiwa penyiraman air keras terhadap dirinya yang dilakukan dua anggota Polri aktif, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, yang kini genap berusia empat tahun.

Penyidik senior itu menyinggung perihal memperjuangkan kebenaran dalam ‘memperingati’ kejadian pada waktu Subuh, 11 April 2017 lalu.

“Memperjuangkan kebenaran adalah pilihan orang berakal. Memang tidak selalu berhasil, bahkan berisiko. Ketika paham bahwa hasil dan takdir adalah domain Allah, maka kita akan terus bersemangat memperjuangkan kebenaran,” kata Novel dalam akun twitternya @nazaqistsha, Minggu (11/4).

Selama empat tahun kasus penyiraman air keras bergulir, Novel mengatakan banyak kejanggalan yang terjadi. Menurutnya, selama ini memang tak pernah ada satu pun kasus serangan kepada orang-orang yang bertugas di KPK terungkap.

“Memang janggal dan susah dipercaya. Selain itu kita harus ingat bahwa tidak ada satu pun kasus serangan ke orang-orang KPK yang terungkap,” ucap Novel saat dikonfirmasi melalui pesan singkat.

Ia menekankan bahwa keberanian mengungkap pelaku penyerangan harus terus diupayakan agar negara tak kalah dengan koruptor.

Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memecat Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis sebagai anggota Polri karena sudah divonis bersalah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor: 371/Pid.B.2020/PN.Jkt Utr dan putusan nomor: 372/Pid.B.2020/PN.Jkt Utr.

Anggota tim advokasi, Muhammad Isnur, menyatakan pihaknya juga meminta Listyo mengungkap aktor intelektual di balik penyiraman air keras terhadap Novel.

“Memerintahkan jajarannya memeriksa para penyidik yang diduga melakukan abuse of process sebagaimana ditemukan oleh Komnas HAM dalam laporannya,” ungkap Isnur.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis dua anggota Polri yang merupakan terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, masing-masing selama 2 dan 1,5 tahun penjara.

Rahmat selaku penyiram air keras terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara untuk Ronny Bugis, hakim menilai yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan terencana.

Merespons putusan tersebut, Novel menarik kesimpulan bahwa pekerjaan memberantas korupsi di Indonesia begitu berbahaya karena tidak ada perlindungan hukum yang diberikan oleh negara. Hal tersebut, kata dia, bisa mengancam aparatur yang bekerja memberantas korupsi.

“Tentunya saya juga bersedih ketika koruptor seperti menang dan mereka justru bisa berbuat lebih jahat lagi ke depan dan bisa mengancam aparatur yang bekerja memberantas korupsi,” ujar Novel kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon pada Juli tahun lalu.

Ia juga berpendapat vonis majelis hakim semakin mengonfirmasi bahwa peradilan dipersiapkan untuk gagal.

Aksi penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017 silam selepas salat subuh di Masjid Al-Ikhsan dekat rumahnya. Air keras itu membuat mata Novel terluka. Bahkan, mata kirinya hampir rusak.