Dewan Keamanan PBB Kompak Mengecam Kekerasan Militer Myanmar ke Demonstran

Internasional157 views

Inionline.id  Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) secara bulat menyetujui pernyataan bersama yang isinya mengecam tindak kekerasan yang digunakan militer Myanmar terhadap demonstran antikudeta yang beraksi secara damai. DK PBB juga menyerukan agar kudeta militer Myanmar dicabut.

Kamis (11/3/2021), kesepakatan secara bulat ini menandai kedua kalinya dalam sebulan, DK PBB yang beranggotakan 15 negara, termasuk China — sekutu Myanmar, menunjukkan sikap bersatu yang langka terkait isu Myanmar.

“Mengecam keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, termasuk terhadap wanita, kaum muda dan anak-anak,” demikian bunyi penggalan pernyataan DK PBB yang mengkritik militer Myanmar itu.

Pernyataan itu tidak menggunakan kata ‘kudeta’ atau menyinggung soal kemungkinan sanksi internasional jika para jenderal militer yang mendalangi kudeta tidak menghentikan penindasan terhadap demonstran, seperti disampaikan dalam versi sebelumnya yang dibahas sejak Jumat (5/3) lalu. Namun tetap, pernyataan itu menentang para jenderal militer Myanmar yang melengserkan pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari lalu.

“Mengungkapkan kekhawatiran mendalam pada pembatasan personel media, masyarakat sipil, anggota serikat pekerja, jurnalis dan pekerja media, dan menyerukan pembebasan segera semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang,” demikian lanjutan pernyataan DK PBB, yang drafnya disusun oleh Inggris.

“Dewan menyerukan militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa pihaknya memantau situasi dengan saksama,” imbuh pernyataan itu.

Pernyataan bersama yang disetujui 15 negara anggota DK PBB itu secara resmi diadopsi dalam rapat virtual sangat singkat pada Rabu (10/3) waktu setempat, saat Duta Besar Amerika Serikat (AS), Linda Thomas-Greenfield, selaku Presiden DK PBB mengumumkan bahwa pernyataan itu disepakati.

Pernyataan bersama DK PBB itu juga mendukung transisi demokrasi dan ‘menekankan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta menegakkan supremasi hukum’.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, seperti dilansir Associated Press, mengharapkan pernyataan bersama DK PBB itu akan membuat militer Myanmar sadar.

“Bahwa sangat penting untuk membebaskan semua tahanan, sangat penting untuk menghormati hasil pemilu, dan untuk memungkinkan situasi di mana kita kembali ke transisi demokrasi,” tegas Guterres.

Terlepas dari semua ‘ketidaksempurnaan’ dalam demokrasi Myanmar, yang kini ada di bawah kendali militer secara ketat, Guterres menegaskan bahwa: “Saya meyakini bahwa penting untuk kembali ke posisi sebelum kudeta.”

Nyaris 2 ribu orang ditangkap dan lebih dari 60 orang tewas dalam unjuk rasa antikudeta yang digelar di berbagai wilayah Myanmar. Ribuan pegawai pemerintah Myanmar ikut serta dalam gerakan pembangkangan sipil yang berdampak pada institusi negara dan melumpuhkan perekonomian. Gerakan ini berdampak pada gangguan di rumah-rumah sakit, penutupan bank-bank setempat dan kosongnya kantor-kantor kementerian Myanmar.

Pernyataan bersama DK PBB itu juga menyinggung soal tindak kekerasan militer terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, yang membuat lebih dari 700 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. “Ini menyoroti bahwa situasi saat ini berpotensi memperburuk tantangan yang ada di negara bagian Rakhine dan wilayah lainnya,” sebut DK PBB dalam pernyataannya.

“Perkembangan terakhir memicu tantangan serius bagi pemulangan secara sukarela, aman, bermartabat dan berkelanjutan bagi pengungsi Rohingya dan orang-orang yang telantar secara internal,” imbuh pernyataan itu. “Sangat penting bahwa hak-hak minoritas dilindungi sepenuhnya,” tegas DK PBB.