Untuk Gelar Coblos Ulang di Kuala Lumpur, KPU Minta Bantuan Presiden

Politik857 views

Inionline.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan penyelenggaraan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia mengalami hambatan lantaran adanya kebijakan baru dari pemerintah setempat.

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menjelaskan kebijakan itu menyangkut permohonan izin yang harus disampaikan sejak tiga sampai enam bulan sebelum acara politik, seperti pemungutan dari negara lain digelar di Malaysia.

Jika kegiatan itu digelar dalam premis negara lain, seperti KBRI, KJRI, Wisma Indonesia atau Sekolah Indonesia, izinnya tiga bulan sebelum kegiatan.

Dengan adanya kebijakan baru itu, KPU pun meminta bantuan Presiden Joko Widodo agar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia bisa tetap digelar.

Padahal, kata Hasyim, pada Pemilu sebelumnya tidak ada peraturan demikian. Sebab, negara tersebut memiliki kebijakan khusus terkait kegiatan politik negara lain yang digelar di Malaysia.

“Karena waktunya mepet, kami sudah melaporkan ke Presiden. Kami mohon bantuan fasilitasi supaya ada pembicaraan, katakanlah pada tingkat tinggi antara Presiden dengan Perdana Menteri Malaysia untuk meminta bantuan fasilitasi sehingga bisa digelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur,” kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Senin (4/3).

Kegiatan PSU di Kuala Lumpur dimulai dengan penyusunan dan penetapan daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) yang dimulai sejak Senin (26/2) sampai Jumat (1/3) lalu.

KPU merencanakan PSU bisa dimulai sejak 9 Maret. PSU dilakukan bagi pemilih yang sebelumnya mencoblos dengan metode pos, kotak suara keliling (KSK), dan tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN).

Pencoblosan metode KSK rencananya akan digelar pada Sabtu (9/3), sedangkan TPS dilaksanakan pada Minggu (10/3). Adapun jumlah pemilih di Kuala Lumpur untuk melakukan PSU sebanyak 62.217 orang.

Hasyim menjelaskan angka itu diperoleh KPU dari total pemilih yang hadir di Kuala Lumpur lewat tiga metode pemungutan suara sebelumnya, baik yang tercatat pada daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK). Total pemilih untuk tiga metode yang tercatat dalam DPT, DPTb, dan DPK mencapai 78 ribu.

Kemudian, angka 78 ribu itu menjadi basis data untuk pemutakhiran dengan tiga kategori, yakni validitas alamat, analisis kegandaan, dan validitas nomor induk kependudukan (NIK) maupun nomor paspor.

“Setelah kita lakukan analisis, dari 78 ribu itu kemudian kita dapat menyimpulkan dan sudah kita tetapkan DPTLN untuk PSU Kuala Lumpur jumlahnya 62.217 pemilih,” ujarnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan tujuh orang PPLN di Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai tersangka kasus dugaan penambahan DPT.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan penetapan tersangka dilakukan penyidik usai melakukan gelar perkara pada Rabu (28/2) kemarin.

“Jumlah tersangka yang telah ditetapkan tujuh orang dari PPLN,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (29/2).

Djuhandani menjelaskan tindak pidana pelanggaran pemilu berupa penambahan data pemilih itu diduga dilakukan oleh ketujuh anggota PPLN antara periode 21 Juni 2023 sampai sekarang.

Ia merincikan enam anggota PPLN tersebut dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 544 Jo Pasal 545 tentang Penambahan atau Pengurangan DPT setelah Ditetapkan serta Pemalsuan Data DPT.

“Satu orang ditingkatkan status sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pemilu dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih,” tuturnya.

Saat ini penyidik tengah melengkapi berkas perkara milik ketujuh tersangka itu sebelum akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Imbas permasalahan ini, pemungutan suara di Malaysia pun harus diulang.