Soal Musim Hujan di Indonesia, Beda Suara BMKG dan BRIN

Iptek1157 views

Inionline.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tak sejalan dengan prediksi musim hujan di Indonesia. Simak penjelasannya.

Mulanya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan memprediksi musim hujan di Indonesia segera berakhir dalam waktu dekat. Ia mengatakan musim hujan kemungkinan hanya bertahan sampai akhir Januari.

“Musim hujan mestinya Desember, Januari, dan Februari (DJF), sepertinya tidak sampai Februari hujannya sudah habis karena El Nino itu berawal bulan Mei 2023 dan akan berakhir pada Mei 2024,” ujar Eddy, Jumat (5/1).

Menurut Eddy hujan yang sekarang turun di berbagai wilayah Indonesia dipengaruhi oleh Monsun Asia atau angin barat. Angin musim yang bersifat periodik itu membawa air dari Siberia, Jepang, Hongkong, hingga Vietnam ke Indonesia dan menciptakan hujan.

Menurut dia Monsun Asia lebih dominan ketimbang El Nino moderat yang sekarang sedang berlangsung yang membuat hujan masih bisa turun di daerah selatan Indonesia, seperti Pulau Sumatera bagian timur dan Pulau Jawa.

“Walaupun El Nino tidak kuat tetap ada efek mengurangi jumlah curah hujan yang akan masuk ke Indonesia,” kata dia.

Namun demikian, BMKG dalam sebuah unggahan di Instagram pada Rabu (10/1) memprakirakan musim hujan di Indonesia tak buru-buru berhenti meski ada fenomena El Nino.

“BMKG memprediksi bahwa musim hujan masih akan berlangsung hingga April 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia,” demikian paparan BMKG.

Prediksi cuaca ekstrem hingga Februari

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam sebuah pernyataan resmi mengatakan cuaca ekstrem masih mengancam sebagian besar wilayah Indonesia hingga Februari mendatang. Masyarakat juga diimbau waspada dan siap siaga potensi bencana hidrometeorologi.

“Cuaca ekstrem ini dapat terjadi selama periode puncak musim hujan, yaitu di bulan Januari dan Februari. Potensi hujan lebat hingga sangat lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi masih memiliki peluang yang tinggi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia,” kata Dwikorita dalam laman resmi BMKG.

Pertama, Monsun Asia yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir. Kondisi ini berpotensi dapat disertai fenomena seruakan dingin yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Kedua, daerah tekanan rendah yang terpantau di sekitar Laut Timor, Teluk Carpentaria, dan di Samudera Hindia barat Sumatera yang dapat memicu terbentuknya pola pumpunan dan perlambatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan ekuator, serta dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan angin kencang di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi bagian selatan, serta berdampak pada peningkatan gelombang tinggi di perairan sekitarnya.

Ketiga, aktivitas gelombang atmosfer masih menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan, yaitu fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang terbentuk bersamaan dengan aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial. Kondisi tersebut dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia.

Selain soal durasi musim hujan, BRIN dan BMKG berbeda suara soal curah hujan yang terjadi.

Pakar klimatologi BRIN Erma Yulihastin mengatakan ada potensi kekeringan di saat musim hujan, khususnya di Pulau Jawa. Erma menegaskan bahwa kekeringan belum berakhir di Pulau Jawa.

Erma menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan kondisi ini. Di antaranya yakni angin monsun timuran yang identik dengan musim kemarau dan fenomena El Nino.

“Kekeringan belum berakhir di Jawa! Angin monsun timuran yg identik dg musim kemarau kembali dominan di atas Jawa. Ini semakin menegaskan El Niño melemahkan monsun baratan sehingga kemarau lebih panjang, menunda musim hujan, dan mengubah sifat musim hujan menjadi lebih kering,” tulis Erma dalam cuitannya.

Erma mengungkap alasan cuaca panas dan kering di musim hujan yang dirasakan Pulau Jawa adalah intrusi udara kering dari selatan Jawa dan Australia yang mengalami musim panas. Menurut dia udara kering itu dibawa oleh angin selatan yang kini dominan di atas Jawa.

Kemudian, El Nino yang semakin menguat juga menjadi alasan kedua cuaca panas ini. Erma mengatakan bahwa intensitas El Nino diprediksi memuncak pada Desember hingga Januari.
“Hal ini ditandai dg pendinginan suhu muka laut hingga lapisan termoklin di dekat Papua yg semakin meluas dan menebal. Jika laut dingin maka awan dan hujan sulit terbentuk,” katanya.

Penyebab terakhir adalah bibit siklon tropis di Filipina dan Samudra Pasifik Utara 18W dan 12W yang berperan menahan awan dari utara menjalar ke selatan menuju Indonesia.

“Jadi jelas ya, tidak ada potensi aliran hujan dari utara (terhalang siklon), barat (IOD+MJO lemah), serta timur (El Niño kuat). Sedangkan dari selatan ada perlambatan udara kering dan panas dari Australia. Inilah yg bikin panas dan kering,” tutur Erma.

“Sifat musim hujan yg kering ini telah saya beberkan sejak awal pembentukan El Niño, bahwa kita harus bersiap dg musim hujan yg kering pada tahun 2023-2024,” tambahnya.

Sementara itu, BMKG mengungkap hujan di 2024 diprakirakan cenderung normal dan bahkan makin basah di kala fenomena El Nino diprediksi berakhir.

“Beredar berita bahwa musim hujan 2023/2024 akan lebih singkat dan lebih kering, benarkah?” demikian dikutip dari Instagram BMKG.

“Memang benar, kemarin musim hujan terlambat datang di sebagian besar wilayah, namun mulai November kemarin beberapa wilayah sudah memasuki musim hujan.”

BMKG menyebut umumnya musim hujan akan mengalami puncaknya pada bulan Januari dan Februari, ditandai dengan hujan yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dan akumulasi curah hujan yang tinggi.

Siapa yang berhak menginformasikan prakiraan cuaca?

Lalu, siapa yang berhak memberi informasi mengenai prakiraan cuaca di Indonesia? BRIN atau BMKG?

Indonesia memiliki aturan mengenai hal tersebut, yakni Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Dari aturan tersebut, BMKG lah yang sebetulnya berwenang menyampaikan informasi mengenai cuaca di Indonesia.

“Pelayanan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika sebagaimana dimaksud Pasal 30 hanya dilakukan oleh Badan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang,” demikian bunyi Pasal 36 ayat (1) UU tersebut.

Informasi tersebut meliputi informasi publik dan khusus, baik yang secara rutin dan peringatan dini, yakni:

Informasi rutin

a. Prakiraan cuaca
b. Prakiraan musim
c. Prakiraan tinggi gelombang laut
d. Prakiraan potensi kebakaran hutan atau lahan
e. Informasi kualitas udara
f. Informasi gempa bumi tektonik
g. Informasi magnet bumi
h. Informasi tanda waktu
i. Informasi kelistrikan udara

Peringata dini

a. Cuaca ekstrem
b. Iklim ekstrem
c. Gelombang laut berbahaya
d. Tsunami