Korea Utara Kembali Uji Coba Tembak Rudal Jelajah

Internasional1257 views

Inionline.id – Dalam serangkaian uji coba rudal beberapa waktu terakhir, Korea Utara menembakkan lagi satu ronde rudal jelajah pada Selasa (30/1).

Militer Korea Selatan melaporkan pihaknya mendeteksi peluncuran rudal jelajah Korut pada Selasa pagi dari kawasan pantai baratnya.

Korsel pun menyatakan pihaknya kini tengah menganalisa secara terperinci dan memperkuat pengawasan lewat kerja sama dengan Amerika Serikat, demikian dikutip dari AFP.

Tidak seperti rudal balistik, uji coba rudal jelajah Korut tidak dilarang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sanksinya kepada Pyongyang. Sebab, rudal jelajah tidak secanggih rudal balistik yang sulit dideteksi dan dicegat.

Uji coba rudal jelajah kali ini menyusul serangkaian tes yang sama pada Minggu (28/1) di perairan Pelabuhan Sinpo. Korut saat itu menembakkan rudal jelajah dari kapal selam dari perairan timur.

Menurut pengamat, peluncuran rudal jelajah Korut belakangan dilakukan lantaran Korut sedang memproduksi massal pesanan Rusia.

“Diyakini bahwa Korea Utara telah memulai produksi massal rudal jelajah yang dipesan Rusia,” kata Ahn Chan-il, warga Korut yang kini menjadi peneliti yang mengelola Institut Dunia untuk Studi Korea Utara.

“Sepertinya mereka sedang melakukan percobaan rudal (yang dipesan Rusia) ini di laut, yang menyebabkan gangguan pada Korea Selatan dan Amerika Serikat,” lanjut dia.

Selama ini, Korea Utara diyakini memasok persenjataan ke Rusia untuk perang negara itu dengan Ukraina.

Dugaan itu pun diperkuat dengan lawatan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong Un ke Rusia pada September lalu untuk bertemu Presiden Vladimir Putin.

Dalam kesempatan itu, kedua pemimpin memang menyatakan akan memperkuat kerja sama di bidang pertahanan.

Seiring dengan ini, menurut Ahn, semua rudal Korut perlu menjalani minimal lima tes sebelum akhirnya dikerahkan ke medan perang.

“Selama perang Ukraina, rudal jelajah telah memainkan peran penting bagi Rusia dalam menargetkan fasilitas strategis di Ukraina,” kata Hong Min, seorang analis senior di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional di Seoul.