Gugatan soal Putusan Syarat Capres Cawapres Ditolak MK

Berita857 views

Inionline.id – Mahkamah Konstitusi (MK) tolak gugatan uji materi yang menghendaki syarat usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur atau wakil gubernur.

Putusan ini merespons Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait pengujian materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah dimaknai Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres-cawapres.

Putusan perkara nomor 90 tersebut menyatakan syarat usia capres dan cawapres minimal usia 40 tahun atau pernah dan sedang menjabat jabatan yang diperoleh Pemilu atau Pilkada. Putusan tersebut kala itu diketok oleh Anwar Usman semasa menjabat Ketua MK.

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan kesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; permohonan provisi tidak dapat diterima; pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membaca amar putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Rabu (29/11).

Suhartoyo mengatakan putusan tersebut diputus oleh delapan hakim tanpa Anwar Usman.

Dalam salah satu pertimbangannya, mahkamah menegaskan bahwa Putusan 90 itu bersifat final dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak dibacakan. MK disebut sebagai badan peradilan konstitusi yang tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk “upaya hukum”.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan hal tersebut juga menegaskan bahwa putusan MK berlaku dan mengikat serta harus dipatuhi oleh semua warga negara termasuk lembaga negara sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum tanpa adanya syarat apapun.

Sebagai konsekuensi yuridisnya, kata Enny, jika ada subjek hukum atau pihak tertentu yang berpendapat terhadap putusan MK terdapat hal-hal yang masih dirasakan adanya persoalan konstitusionalitas norma terhadap isu konstitusionalitas yang telah diputuskan atau dikabulkan oleh MK, maka dapat mengajukan pengujian inkonstitusionalitas norma dimaksud kepada MK.

Upaya itu dapat dilakukan sepanjang tidak terhalang oleh ketentuan Pasal 60 UU MK maupun Pasal 78 PMK 2/2021, atau dapat meminta untuk dilakukan legislative review dengan cara mengusulkan perubahan kepada pembentuk undang-undang.

Perkara ini diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana.

Dalam petitumnya, Brahma ingin MK menyatakan syarat usia capres-cawapres bisa di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.

Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 ini telah dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada Selasa (21/11) lalu. Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak ikut dalam RPH tersebut.

MK menjadi sorotan usai mengubah ketentuan syarat usia minimal capres-cawapres dari awalnya paling rendah 40 tahun menjadi paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan syarat tersebut menuai banyak sorotan lantaran dianggap untuk mempermudah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang juga anak Presiden Joko Widodo sekaligus keponakan Hakim Konstitusi Anwar Usman (saat itu menjabat sebagai Ketua MK) ikut serta di Pilpres di 2024 meski usianya belum 40 tahun.

Putusan 90 itu mengundang pro dan kontra di masyarakat. Sejumlah pihak bahkan mengajukan protes dan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait putusan itu.

Imbasnya, Anwar dinilai terbukti melanggar kode etik perilaku hakim dan akhirnya dicopot dari jabatan Ketua MK.

Sementara itu, Gibran telah resmi menjadi cawapres nomor urut 2 bersama dengan capres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.