Usai Ramai Penolakan RUU Kesehatan, Nakes Tunda Mogok Nasional 14 Juni

Headline, Nasional957 views

Inionline.id – Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan aksi mogok kerja nasional oleh lima organisasi profesi (OP) kesehatan telah disepakati bersama agar ditunda, yang rencananya dimulai hari ini, Rabu (14/6).

Lima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), PPNI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Ketua Umum PPNI Harif Fadilah menyebut alasan penundaan aksi mogok itu salah satunya karena dalam sepekan terakhir lima OP melakukan evaluasi dan mendengar semakin banyak rakyat dan organisasi lain yang menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesehatan.

“Jadi semalam kami lakukan evaluasi, kami sepertinya menunda untuk aksi mogok itu,” kata Harif saat dihubungi, Rabu (14/6).

Harif melanjutkan para OP merasa masih memiliki harapan besar usai Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan yang berisi 43 lembaga menolak pengesahan RUU Kesehatan.

Selain itu, PP Muhammadiyah menurutnya juga mendukung penolakan OP dengan bersurat langsung ke Kemensetneg. Mogok kerja nasional, kata Harif, adalah opsi paling akhir.

“Kami dapat informasi minggu yang lalu memang akan disahkan hari ini. Tetapi setelah kami konfirmasi dan mudah-mudahan benar, ternyata belum. Artinya proses pembahasan RUU Kesehatan ini masih alot,” kata dia.

Bila RUU Kesehatan tetap disahkan tanpa partisipasi publik, lima OP kemungkinan besar kembali merencanakan aksi mogok kerja nasional. Harif mengatakan dalam aksinya nanti mereka akan memedomani kode etik internasional.

Salah satunya, kata dia, nakes tidak akan mengabaikan urusan kegawatdaruratan masyarakat. Artinya, pasien dengan status gawat darurat tetap akan dilayani dan layanan Intensive Care Unit (ICU) masih beroperasi.

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mewanti-wanti agar para nakes dan tenaga medis tidak berpikir untuk melakukan aksi mogok kerja nasional.

Nadia mengingatkan terdapat sejumlah aturan seperti Permenkes tentang kode etik pun dalam etika ASN Kemenkes terkait larangan aksi mogok kerja nasional itu.

“Larangan tentunya untuk tidak meninggalkan jam pelayanan. Kami selalu mengimbau tenaga medis dan para nakes untuk mengutamakan pelayanan kepada pasien dari kepentingan organisasi apalagi perorangan,” ujar Nadia.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi sebelumnya menuturkan lima OP kesehatan akan menggelar aksi mogok kerja nasional atau cuti pelayanan apabila DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Adib menilai RUU Kesehatan yang tengah dibahas DPR tidak mempertimbangkan masukan dari kelima organisasi terkait. Menurutnya, banyak persoalan penting yang diusulkan tidak masuk draf RUU tersebut.

Ia pun menjelaskan sejumlah alasan mengapa pihaknya menolak calon beleid itu.

Pertama, RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan dan apoteker. Sebab, menurutnya, dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan.

Adib menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi.

Kedua, Adib menganggap RUU ‘Sapu Jagat’ itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.

Alasan berikutnya, Adib mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian.

Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, menurut Adib, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.

Alasan keempat, ia menilai pembahasan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru alias dikebut untuk disahkan. Kelima, Ketua Umum PPNI Harif Fadilah menyebut dalam penyusunan hingga pembahasan, lima OP sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan. Bahkan menurutnya cenderung tak didengar.

Keberatan terakhir, Ketua PDGI Usman Sumantri menyoroti Pasal 235 RUU Kesehatan yang disebut memperbolehkan dokter asing untuk berkarya di rumah sakit Indonesia. Ia menilai ‘impor’ tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.