Intelijen AS Merilis Temuan Bahwa Tidak Ada Bukti Covid-19 Bocor dari Lab Wuhan

Internasional057 views

Inionline.id – Badan intelijen Amerika Serikat merilis hasil temuan terkait pasien Covid-19 pertama yang disebut-sebut berasal dari laboratorium di Wuhan, China.

Dalam laporan empat halaman, Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) menyatakan tak ada bukti langsung bahwa virus penyebab pandemi itu berasal dari Institut Virologi Wuhan (WIV) China.

“Badan Intelijen Pusat dan lembaga lain tetap tidak dapat menentukan asal mula yang tepat dari pandemi Covid-19 karena hipotesis (alami dan laboratorium) bergantung pada asumsi signifikan atau menghadapi tantangan oleh pelaporan yang saling bertentangan,” demikian laporan ODNI, seperti dikutip Reuters.

Laporan menyebutkan “pekerjaan ekstensif” terhadap virus corona memang dilakukan di WIV oleh para pekerja lab. Namun, belum ditemukan bukti adanya insiden spesifik yang menyebabkan wabah itu muncul.

“Kami tidak punya indikasi bahwa kepemilikan penelitian pra-pandemi WIV termasuk SARS CoV-2, atau bukti langsung bahwa insiden terkait penelitian tertentu terjadi yang melibatkan personel WIV yang menyebabkan pandemi COVID-19,” lanjut laporan itu.

Meski begitu, ODNI menyatakan komunitas intelijen AS tetap tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa virus itu berasal dari laboratorium.

Asal-usul pandemi virus corona telah menjadi perdebatan sengit di AS sejak kasus pertama muncul di Wuhan akhir 2019 lalu.

Presiden AS Joe Biden sampai menandatangani rancangan undang-undang (RUU) yang mendeklasifikasikan informasi terkait asal-usul pandemi pada Maret lalu.

Menurut Biden, RUU itu guna merilis sebanyak mungkin informasi tentang asal-usul Covid-19.

Perdebatan ini sendiri dipicu oleh laporan Wall Street Journal pada Februari bahwa Kementerian Energi AS menilai pandemi kemungkinan berasal dari kebocoran lab di China.

Pada 28 Februari, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan agensinya telah menilai bahwa asal-usul pandemi “kemungkinan besar merupakan insiden laboratorium potensial” di Wuhan, China.

China merespons klaim ini dengan menyebut pernyataan itu “tidak memiliki kredibilitas apa pun.”