Bulan Ini Covid China Diprediksi Menggila, Bisa Tembus 11 Juta Kasus

Internasional557 views

Inionline.id – Gelombang Covid-19 di China diperkirakan melonjak pada Juni hingga tembus 11 juta kasus dalam seminggu.

Lonjakan tersebut diperkirakan terjadi akibat merebaknya varian Omicron XBB belakangan ini.

“Pemodelan kami memperkirakan gelombang akan mencapai puncaknya pada awal Juni sekitar 11 juta per minggu, dengan 112 juta orang terinfeksi selama waktu ini,” demikian prediksi perusahaan kesehatan Airfinity, seperti dikutip South China Morning Post (SCMP), Kamis (8/6).

Meski melonjak, Airfinity memperkirakan gelombang ini bakal jauh lebih kecil dibandingkan gelombang pada saat musim dingin usai Beijing menyudahi kebijakan nol-Covidnya.

Sementara itu, selain Airfinity, ahli pernapasan China Zhong Nanshan pada Mei juga sempat memprediksi bahwa China akan mengalami lonjakan kasus Covid-19. Namun, prediksinya enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan Airfinity, yaitu 65 juta kasus dalam seminggu yang terjadi pada akhir Juni.

Zhong tidak mengatakan apakah perkiraannya itu termasuk kasus tanpa gejala atau tidak. Airfinity sendiri sudah mengklaim bahwa permodelannya ialah perkiraan kasus bergejala saja.

Saat ini, tidak ada data resmi pemerintah mengenai skala gelombang Covid-19 di Negeri Tirai Bambu. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC) berhenti merilis data mingguan pada awal Mei ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 tak lagi menjadi darurat kesehatan global.

Menurut sebuah laporan di CDC Weekly pada April, sekitar 80 persen dari 1,4 miliar penduduk Negeri Tirai Bambu terinfeksi virus selama gelombang musim dingin.

Jumlah ini hampir mirip dengan pernyataan Zhong pada Mei bahwa lebih dari 1 miliar orang telah terinfeksi dalam gelombang tersebut.

Menurut Airfinity, wabah terbaru China diperkirakan menyebabkan kurang dari 1 juta kematian, berdasarkan tingkat kematian di negara-negara serupa yang sudah melalui gelombang Covid-19 akibat varian XBB.

Angka itu secara signifikan lebih rendah dari 1,3 juta hingga 2,1 juta jiwa yang diperkirakan Airfinity terjadi pada gelombang musim dingin.

Ahli epidemiologi Covid-19 dari Airfinity, Tishya Venkatraman, mengatakan gelombang kedua Covid-19 China tidak separah yang pertama karena ada peningkatan kekebalan di antara populasi dibandingkan saat gelombang musim dingin. Gelombang kedua ini juga tidak parah karena tingginya tingkat vaksinasi booster.

Meski begitu, dia mengatakan masih ada peluang jumlah korban tewas tinggi dalam gelombang ini.

“Meskipun gelombang yang sedang berlangsung cenderung lebih kecil, ini masih bisa menyebabkan sejumlah besar kematian karena ukuran populasi China,” kata Venkatraman.

“Kami telah melihat kasus serupa di Jepang, di mana gelombang terbaru menyebabkan sejumlah besar kematian meskipun memiliki cakupan vaksin yang tinggi dan kekebalan populasi yang mendasari dari gelombang sebelumnya.”