Berikut ini 5 Senjata Biologis Mematikan Sepanjang Sejarah saat Perang

Iptek157 views

Inionline.id – Sejarah telah mencatat bahwa senjata biologis pernah digunakan saat peperangan zaman dulu. Meskipun terlihat primitif, senjata itu sama-sama mematikan.

Saat ini, perang biologis telah dilarang oleh konvensi dan undang-undang. Menjadi menarik bila dapat mengetahui senjata biologis yang digunakan pada tempo dulu saat peperangan.

Beberapa contoh senjata biologis kuno seperti bom ular hingga melontarkan mayat korban wabah. Berikut adalah cuplikan sejarah penggunaan senjata biologis yang pernah digunakan sebelum era teknologi.

Kalajengking dan Ular

Tecatat pada tahun 184 SM, ketika melawan Raja Pergamus (Eumenes II), jenderal Kartago Hannibal menggunakan senjata biologis. Sumber utama peristiwa ini berasal dari buku Lives of Eminent Commanders karya penulis Romawi Cornelius Nepos.

Menurut sumber tersebut, karena menyadari tidak memiliki persediaan senjata konvensional memadai, Hannibal memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan ular berbisa yang mematikan.

Mereka kemudian diperintahkan untuk memasukkan ular-ular itu ke dalam pot tanah liat, yang kemudian dilemparkan ke kapal musuh. Menurut Nepos, reaksi pertama musuh saat melihat pot diluncurkan dari perahu Hannabil adalah tertawa. Mereka menganggap pemandangan pot tanah liat proyektil sangat lucu.

Namun, ini tidak berlangsung lama, ular-ular itu keluar dari pot dan menjadi senjata yang sangat efektif. Ular-ular itu menyebabkan teror dan keributan sehingga armada Eumenes mundur.

Metode serupa kemudian digunakan sekitar tahun 198 M, tetapi menggunakan kalajengking. Selama pengepungan Hatra (sebuah kota Arabain) dalam Perang Parthia Kedua, bom serupa dibuat dengan diisi kalajengking.

Mereka dilemparkan ke tentara Romawi Kaisar Septimius Severus dan cukup menakutkan untuk memukul mundur para pasukan.

Penyebaran Penyakit Cacar

Penggunaan senjata biologis pada perang, salah satunya adalah penyebaran cacar yang disengaja di antara penduduk asli Amerika Serikat oleh penjajah Inggris selama abad ke-18 dan ke-19.

Dikatakan bahwa selimut yang terkontaminasi penyakit itu diberikan kepada penduduk AS dengan harapan penyakit tersebut akan menyebar dan menyebabkan banyak kematian.

Meskipun beberapa berpendapat bahwa penyakit itu menyebar ke penduduk asli Amerika secara alami, namun ada bukti kuat yang menunjukkan sebaliknya.

Misalnya, menurut jurnal kapten milisi William Trent yang menyebutkan bahwa Inggris memberika dua selimut dan sapu tangan dari rumah sakit cacar kepada orang AS.

Melempar Mayat yang Tekena Wabah

Pada tahun 1340-an, kota Caffa, yang sekarang disebut Krimea, dikepung oleh negara Gerombolan Emas. Pengepungan itu dilakukan selama tiga tahun.

Karena terkurung begitu lama di dalam tembok, tak disangka juga muncul wabah yang sedang terjadi di kota Caffa. Wabah itu juga melanda penduduk yang menyebabkan kematian dan kehancuran.

Orang-orang yang terkepung memutuskan untuk memanfaatkan penyakit mematikan itu. Menggunakan ketapel, mereka mulai melemparkan mayat orang-orang yang telah mati karena wabah ke arah musuh mereka.

Penyakit pun menular yang pada akhirnya membuat pasukan Gerombolan Emas mundur dan banyak yang mati akibat wabah.

Napoleon dan Malaria

Pada musim panas 1809 selama perang Napoleon, pasukan Inggris yang berjumlah 39.000 orang menduduki Walcheren, sebuah pulau di muara sungai Scheldt. Pulau ini tidak hanya rawan banjir tetapi juga penyakit.

Karena tingkat air yang terus pasang dan surut, menjadi penyakit merajalela. Misalnya, bukti menunjukkan bahwa selama ekspedisi Prancis yang dilakukan sebelumnya, sekitar 80 persen pasukan tewas karena demam.

Korban tewas di pulau itu menjadi lebih buruk ketika Napoleon dan komandan pasukannya dengan sengaja membanjiri pulau itu untuk mendorong malaria dan memperburuk kondisi pasukan Inggris. Sumber mencatat Napoleon menyatakan bahwa cara melawan Inggris satu-satunya adalah dengan demam.

Efek dari penyakit itu sangat menghancurkan. Pada awal Agustus, hanya 700 pria yang mengidap penyakit ini, tetapi pada awal September, lebih dari 8.000 orang sakit. Akhirnya, efek penyakit tersebut menjadi begitu melumpuhkan sehingga Inggris harus menghentikan perang.

Hal ini diperparah dengan fakta bahwa para dokter pada masa itu tidak memahami penyakit malaria dan cara mengobatinya. Beberapa perawatan yang digunakan dalam periode ini termasuk obat pencahar dan emetik tidak efektif. Sebuah catatan menuliskan dari 3.900 tentara hanya 60 perwira yang tersisa.

Melemparkan Mayat yang Membusuk ke Sumur

Metode ini bisa sangat efektif dan menawarkan cara yang cepat dan mudah untuk menyebarkan penyakit dan infeksi mematikan di sekitar pemukiman musuh.

Salah satu contoh paling terkenal berasal dari abad ke-12 ketika metode tersebut digunakan oleh Kaisar Romawi Suci, Frederick Barbarossa.

Di Tortona, Italia, dia melemparkan mayat yang membusuk ke dalam sumur musuhnya. Bakteri dan kuman berbahaya dari mayat yang membusuk bercampur ke dalam air.

Ini artinya ketika musuh Barbarossa minum dari sumur, mereka akan mengalami proses kematian yang menyedihkan gara-gara bakteri dan kuman bangkai manusia.