Soal Autopsi 2 Korban Kanjuruhan Tim Gabungan Aremania Ragukan BRIN

Inionline.id – Tim Gabungan Aremania (TGA) meragukan hasil autopsi dua jenazah korban Tragedi Kanjuruhan. Mereka menilai tim dan laboratorium yang melakukan rangkaian pemeriksaan forensik itu tidak independen.

Diketahui autopsi itu dilakukan sejumlah dokter dari Perhimpunan Dokter Forensik (PDFI) Jawa Timur. Sementara pemeriksaan laboratorium untuk uji toksikologi dilakukan oleh ahli Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

“Kami meragukan independensi dari laboratorium tempat menguji itu,” kata Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania (TGA) Anjar Nawan Yusky di Surabaya, Jumat (2/12).

Anjar mengatakan proses pemeriksaan di laboratorium itu tertutup dan tak transparan. Mereka juga kaget kenapa hasilnya bisa diketahui dengan cepat, tak sampai sebulan. Padahal awalnya, PDFI memperkirakan pemeriksaan bisa memakan waktu hingga delapan pekan.

“Kenapa tiba-tiba bisa secepat ini, enggak sampai sebulan. Kami kan jadinya menduga-duga, apakah ini erat kaitanya dengan ini harus cepat kembali [pelimpahan berkas] ke sini, harus dipercepat semacam itu,” ucapnya.

Sejak awal, menurut TGA, proses autopsi ini juga sudah janggal. Mulai dari lamanya autopsi dilakukan. Seharusnya proses itu langsung dilaksanakan sesaat setelah kejadian. Menurutnya intimidasi ke keluarga, juga memperlambat prosesnya.

“Kami bilang dari awal ini terlambat, penyidik ini terlambat, kurang serius. Kalau mau autopsi dari awal kejadian, saat kondisinya masih fresh,” katanya.

Lambatnya pelaksanaan autopsi ini, menurut TGA, kemudian menyebabkan kondisi jenazah membusuk. Residu gas air mata atau zat beracun lainnya pun jadi sulit terdeteksi.

“Kan, ada dikatakan ada kondisi pembusukan fase lanjut, ya wajar karena terlalu lama, autopsi yang terjadi dua hasilnya ini [tidak ditemukan residu gas air mata],” ucapnya.

Apalagi, kata Anjar, yang perlu diingat autopsi ini merupakan permintaan keluarga korban. Bukan inisiatif Polri atau penyidik Polda Jatim.

Lebih lanjut, menurut TGA, hasil autopsi dua korban Tragedi Kanjuruhan itu juga belum cukup untuk dijadikan kesimpulan apa penyebab utama kematian 133 korban lainnya.

PDFI sebelumnya menyimpulkan bahwa penyebab kematian dua korban Kanjuruhan yang diautopsi, yakni NDR (16) dan NDB (13), akibat kekerasan benda tumpul.

Hal itu dilihat dari patahnya sejumlah tulang dada dan tulang iga dari keduanya. Sementara pemeriksaan toksikologi BRIN, tak menemukan adanya kandungan atau residu gas air mata dari sampel jenazah.

“Hasil autopsi itu tidak cukup diambil kesimpulan bahwa korban lainnya sama. Kan, kalau kami ngomong sampling tidak sebanding, dua banding 133 lainya, enggak bisa,” kata Anjar.

Sebelumnya, Polda Jawa Timur merespons pernyataan DAY (41), ayah dua korban Tragedi Kanjuruhan, yang menyebut hasil autopsi anak-anaknya sudah direkayasa.

Kabid Dokkes Polda Jawa Timur Kombes dr Erwinn Zainul Hakim mengatakan autopsi yang dijalankan oleh PDFI Jawa Timur sudah independen.

“Setahu kami, telah dilaksanakan secara independen oleh tim gabungan Forensik PDFI Jatim,” kata Erwinn saat, Kamis (1/12).

Menurut Erwinn, PDFI juga melibatkan dua guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya sebagai penasihat. Pemeriksaan sampelnya bahkan menggunakan peralatan laboratorium nasional yang kredibel.

BRIN sementara itu mengirim hasil analisis sampel korban Tragedi Kanjuruhan ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya tidak akan mengungkap hasil temuan itu. Dia berkata kewenangan itu ada di tangan Mahfud.

“Hasil analisis sesudah kami kirimkan ke Menko Polhukam, dan menjadi kewenangan beliau untuk menyampaikan hasil analisis yang komprehensif ke publik,” kata Handoko, Rabu (30/11).