Tak Cukup Berhenti di 6 Orang Penetapan Tersangka Tragedi Kanjuruhan

Inionline.id – Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan, penatapan tersangka Tragedi Kanjuruhan, Malang, tak cukup berhenti di enam orang saja.

“Bahwa tersangka yang ditetapkan pihak kepolisian merupakan pelaku di lapangan,” kata Pengacara Publik LBH Surabaya Jauhar Kurniawan, Minggu (9/10).

Mereka menduga ada aktor intelektual di balik tragedi itu yang belum tersentuh hukum. Salah satunya adalah pihak yang memberikan komando terhadap aparat di lapangan untuk menembakkan gas air mata.

“Kami menduga, dan perlu diperdalam lagi, ada aktor lain yang memang memiliki kewenangan yang lebih tinggi untuk memberikan perintah dalam pengerahan ataupun penggunaan gas air mata,” ucapnya.

Kepolisian sudah menetapkan enam orang tersangka dalam perkara ini yakni Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.

Koalisi mempertanyakan mengapa dari enam tersangka yang ditetapkan, tiga di antaranya hanyalah aparat kepolisian yang hanya bertugas lapangan yang tak memiliki wewenang tinggi.

“Bagaimana mungkin setingkat komandan kompi atau setingkat kanit itu, dengan sangat berani memberikan pertintah untuk melakukan tindakan yang cukup luar biasa dampaknya, yaitu penembakan gas air mata,” katanya.

“Padahal di situ juga ada pejabat yang lebih tinggi, ada Kapolres Malang. Ini catatan kami, ini tidak cukup aktor lapangan saja,” ucapnya.

Senada, Koordinator LBH Surabaya Pos Malang, Daniel Alexander Siagian, mengatakan pengusutan tragedi yang setidaknya menewaskan 131 nyawa ini haruslah diusut hingga lapisan terdalam. Dia bilang tak cukup menindak pelaku di lapangan saja.

“Maka prinsip dasarnya, kalau bicara penetapan enam tersangka, tidak hanya berhenti pada proses pelaku lapangan saja, dia harus ditinjau layer pertama, layer kedua sampai layer di atasnya,” kata Daniel.

Ia meminta Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang diketuai Menko Polhukam Mahfud MD menyelidiki siapa yang memberikan komando dalam peristiwa malam itu.

“Tim TGIPF dan instansi lainnya harus menyelidiki bagaimana pertanggungjawaban komando terhadap dugaan penggunaan kekuatan berlebihan. Sehingga ini jadi satu petunjuk bahwa penetapan enam tersangka itu tidak boleh dianggap sebagai tuntasnya pertanggungjawaban,” ujarnya.

Ia juga meminta 20 polisi yang saat ini diproses secara etik di internal kepolisian, ditindak secara pidana. Menurutnya sanksi administratif tak bisa menguburkan pertanggungjawaban hukum.

“Sanksi administratif tidak boleh menghapuskan pertanggung jawaban pidana, atau dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” pungkas dia.