Soal 198 Pesantren Terafiliasi Teroris, Kepala BNPT Memberikan Klarifikasi

Inionline.id – Atas polemik 198 pondok pesantren (ponpes) yang diduga terafiliasi jaringan terorisme Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar meminta maaf.

“Saya selaku Kepala BNPT menyampaikan juga permohonan maaf karena memang penyebutan nama pondok pesantren ini diyakini memang melukai perasaan dari pengelola pondok, umat Islam yang tentunya bukan maksud daripada BNPT untuk itu,” kata Boy, Kamis (3/2).

Boy mengatakan data tersebut tidak bermaksud memukul rata seluruh pondok pesantren. Ia menjelaskan kalimat ‘terafiliasi jaringan teroris’ merujuk pada individu-individu tertentu, bukan menyangkut lembaga.

“Bukan lembaga pondok pesantren secara keseluruhan yang disebutkan itu, tetapi adalah ada individu-individu yang terhubung dengan pihak pihak yang terkena proses hukum terorisme,” katanya.

Menurut Boy, data pesantren tersebut berdasarkan hasil rangkuman dari proses hukum dalam 20 tahun terakhir ini. Ia kembali menegaskan data  tersebut hanyalah individu yang berada di pesantren.

Individu ini diduga terhubung, berkaitan, saling mengenal, terpapar, hingga menjadi pelaku dari kejahatan terorisme.

“Tapi sekali lagi, itu adalah bukan dari kelembagaan secara keseluruhan, termasuk tentunya yang kami sebutkan itu. Jadi itu adalah bagian dari individu-individu yang terkait,” ujarnya.

Di sisi lain, Kementerian Agama mengatakan bahwa data-data pesantren yang diduga terafiliasi teroris itu tidak memiliki izin operasional pendirian pesantren (Ijop).

“Ketika ditelisik lagi berdasarkan data yang kita miliki, ternyata dari jumlah itu tidak memiliki Ijop, izinnya tak ada. Dan izin ini baru penelitian awal,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdhani alias Dhani itu di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (3/2).

Dhani mengatakan pihaknya akan terus menelusuri soal izin pendirian 198 pesantren tersebut. Menurutnya, saat ini sekitar 36 ribu pesantren telah terdata dan memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama.

Meski demikian, kata Dhani, tidak semua pesantren yang ada saat ini mengantongi izin dari Kemenag.

Soal klarifikasi dan verifikasi, ujar Dhani, penting dilakukan untuk memastikan pesantren yang teridentifikasi BNPT memenuhi arkanul ma’had atau rukun pesantren.

“Jika tidak terdaftar dan tidak memenuhi arkanul ma’had, tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren,” katanya.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengungkap 198 pondok pesantren terafiliasi dengan sejumlah jaringan teroris, dari dalam hingga luar negeri seperti ISIS.

Dari total 198 pesantren tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS.

Pernyataan Boy ini memantik polemik dan kritik dari berbagai pihak. Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan mempertanyakan data BNPT yang menyebut ratusan pondok pesantren terafiliasi jaringan teroris di Indonesia.

PBNU pun mendesak BNPT membeberkan identitas 198 pondok pesantren yang disebut terafiliasi dengan kelompok teroris. Mereka khawatir pernyataan BNPT menimbulkan stigma buruk bagi pondok pesantren.