Pedagang di Pasar Pusing Kehilangan Langganan, Gegara Minyak Rp 14 Ribu

Antar Daerah657 views

Inionline.id – Aceng Kurnia (50) salah satu pedagang kelontong di Pasar Atas Baru, Kota Cimahi mengaku pusing tujuh keliling gara-gara harga minyak. Bukan karena mahal, tapi gegara satu harga yang ditetapkan pemerintah kepada komoditi minyak tersebut.

Pemerintah Pusat telah menetapkan satu harga pada komoditi minyak senilai Rp 14 ribu. Penyaluran barang dengan harga tersebut belum merata, sejauh ini toko modern didahulukan menjual minyak satu harga tersebut, sedangkan pedagang pasar yang menjadi korban.

Aceng menuturkan, ia menjual dua jenis minyak, minyak kemasan dan minyak curah. Sejak penerapan satu harga tersebut, pelanggannya memilih belanja ke minimarket untuk membeli minyak goreng.

“Sepi sekali. Biasa kan ke pasar belanja bukan hanya minyak, belanja yang lain. Sekarang pada ke minimarket, mereka juga pada belanja yang lain di sana,” tuturnya saat ditemui detikcom, Senin (24/1/2022).

Lanjutnya, kata Aceng, ia pun sering mendapati pelanggan yang menanyakan minyak dengan harga Rp 14 ribu tersebut. Karena tidak punya barang tersebut, terpaksa pelanggan pun tidak jadi berbelanja.

Saat ini, pedagang di Pasar Atas Baru Cimahi rata-rata menjual minyak goreng kemasan 1 liter sekitar Rp 19 ribu – 20 ribu dan kemasan 2 liter sekitar Rp 35 – 36 ribu. Bila dibandingkan harga patokan pemerintah, barang yang dijual di pasar terlalu mahal.

“Duh pusing, pada nanyain itu. Tahu tahu nya mah gak jadi belanja. Soalnya di pasarnya mahal,” tuturnya.

Akibatnya, bukan hanya pelanggan yang hilang, stok barang pun mulai menumpuk. Dari asalnya satu hari dapat habis dua dus, kini satu dus pun tidak. Hanya laku satu hingga tiga barang saja.

“Sekarang masih ada sisa 7 dus lagi yang belum kejual,” keluhnya.

Hal sama pun dialami Yanti Mulyati (40) yang menjual minyak curah. Harga minyak curah tidak jauh berbeda dengan harga minyak kemasan di pasar tradisional sekitar Rp 20 ribu.

Sebelumnya, kaya Yanti, ia dapat menjual sekitar 80 kilogram minyak dalam satu hari. Namun, setelah satu harga, ia hanya dapat menjual 32 kilogram saja. Sedangkan sisanya menumpuk di gudang.

Ia pun memutuskan untuk tidak membeli minyak ke distributor minyak. Ia memilih menunggu minyak dari pemerintah yang satu harga.

“Sekarang stop dulu belanja. Nanti nunggu dari minyak subsidi pemerintah aja,” tuturnya.

Yanti dan Aceng pun berharap agar kebijakan satu harga minyak dapat menyentuh para pedagang di pasar tradisional. Dengan demikian, pasar dapat kembali menjadi pilihan untuk berbelanja.

“Semoga saja dapat disegerakan. Karena jadinya sepi begini,” pungkasnya.