MP3I Warning Sekolah Terkait Pengadaan Barang dan Jasa

Depok – Pembina Masyarakat Pemerhati Peduli Pendidikan Indonesia (MP3I), Eman Sutriadi memberikan warning kepada sekolah untuk berhati-hati dalam menyusun rencana kegiatan anggaraan sekolah (RKAS) terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang sumber anggaran berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Hal ini disampaikan terkait adanya temuan sejumlah pengadan barang dan jasa serta kegiatan di sejumlah sekolah negeri di Depok di tahap 3 rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) yang tidak memiliki keterkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar.

“Kami melihat ada indikasi pelanggaran dalam menyusun RKAS. Dimana ada sejumlah pengadaan barang dan jasa yang kami soroti tidak tepat sasaran dan tidak sesuai kebutuhan sekolah,” ungkap Eman Sutriadi.

“Contohnya ada jenis kegiatan, dan pesanan barang yang harga dan penyedia PBJ sekolah dari CV atau pelaku usaha yang sama, dan itu hampir disemua sekolah negeri,” tandasnya.

Namun Eman sendiri enggan menyebut asal sekolah dan penyedia PBJ sekolah. Dia khawatir jika disebut, ada intimidasi dari oknum untuk mencari kesalahan sekolah dalam pembelanjaan dana BOS. “Kasihan kan Kepala Sekolah,” katanya.

*Kebijakan BOS 2021*

Pembina MP3I itu juga mengingatkan kepada para kepala sekolah terkait kebijakan dana BOS 2021 yang pernah disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Dimana dijelaskan adanya beberapa perubahan kebijakan. Yaitu kenaikan dana, penyaluran dana, dan penggunaan dana yang 100 persen sepenuhnya diserahkan ke sekolah.

“Ini tentunya menjadi acuan kemandirian sekolah dalam pengelolaan dana BOS. Artinya sekolah berhak menolak apabila ada intervensi yang dilakukan oleh pihak yang terkait berkenaan dengan penggunaan Dana BOS tersebut,” terangnya.

Selain kenaikan penyaluran dan penggunaannya, lanjutnya, dana BOS 2021 juga mengalami perubahan terkait belanja barang dan jasa. Dimana dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) dilakukan secara daring (online). Mekanismenya melalui SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah).

Dengan menggunakan SIPLah, sekolah dapat melaksanakan proses PBJ secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel sehingga memperoleh barang/jasa yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan dari setiap dana yang dibelanjakan oleh pihak sekolah.

“Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa,” paparnya.

Eman juga menjelaskan, adanya beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh sekolah terkait pengelolaan dana BOS.

Salah satunya adalah dipakai untuk membiayai kegiatan yang bukan menjadi prioritas sekolah, dan ini sangat dilarang.

Sebagaiman tertuang dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 terkait juknis BOS 2021. Dalam pasal 2 jelas disebut bahwa pengelolaan dana BOS dilakukan berdasarkan prinsip fleksibilitas yaitu penggunaan dana BOS dikelola sesuai dengan kebutuhan sekolah.

kemudian efektifitas, penggunaan dana BOS diupayakan dapat memberikan hasil pengaruh dan daya guna untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

“Nah, jadi jelas. Apabila pengelolaan dana BOS dilakukan tidak berdasarkan dan tidak mengacu kepada Permendikbud 6 tahun 2021, maka ini masuk dalam kategori pelanggaran,” tandasnya.

*PBJ jangan di intervensi*

Jadi menurutnya, pihak sekolah berhak menolak apabila ada intervensi dari pihak di luar sekolah atau pihak yang memiliki kewenangan terkait dengan kebijakan pendidikan.

Selain akuntabilitas, tambahnya, penggunaan dana BOS dapat dipertanggung jawabkan secara keseluruhan berdasarkan keterbukaan, berdasarkan pertimbangan yang logis sesuai peraturan perundang-undangan.

“Jadi jelas, efisiensi penggunaan dana BOS ini semata-mata diupayakan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dengan biaya seminimal mungkin dengan hasil yang optimal,” paparnya.

Pembina MP3I itu juga menyinggung adanya intervensi PBJ yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang menawarkan barang yang memang tidak memiliki keterkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar. Hal yang mubazir jika pihak sekolah mengakomodir barang tersebut.

“Apabila dipaksakan, menurut saya ini merupakan sebuah pelanggaran yang luar biasa sekali dan dinas terkait dalam hal ini dinas pendidikan juga harus cermat dalam mengawasi proses pengelolaan dana BOS yang ada di sekolah-sekolah,” ujarnya.

“Jangan sampai nanti ujung-ujungnya, kepala sekolah menjadi sasaran oknum untuk mencari-cari kesalahan sekolah dalam pembelanjaan dana BOS,” tandasnya.

“Kasihan Sekolah. Kegiatan belajar jadi tidak nyaman, Kepala Sekolah juga jadi tidak fokus. Karena harus bolak-balik memenuhi panggilan pihak berwajib,” katanya.

Begitupun sebaliknya, ujar Eman melanjutkan. Jangan juga dinas terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan ikut terlibat atau secara tidak langsung megintervensi pengelolaan dana BOS yang ada di sekolah-sekolah. Ini juga pelanggaran.

“Apalagi sampai ada muncul ikut terlibat dalam menyusun rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) yang sebenarnya sekolah sebagai satuan kerja memiliki rencana kegiatan anggaran yang berbeda satu sekolah dengan sekolah lainnya, karena memang persoalan dan kebutuhan dimasing-masing sekolah tidak sama,” katanya.

“Misal ada intervensi bahwa seluruh sekolah harus melakukan satu kegiatan yang sama terkait dengan PBJ. Ini keluhan yang sering saya dengar dari sejumlah kepala sekolah di masa Kepala Dinas pendidikan sebelumnya,” ungkap Eman Sutriadi.

Harapan kedepan, pak Wijayanto sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok yang baru ini, bisa bekerja sesuai tupoksi dan regulasi. Sehingga kualitas pendidikan di Depok terus meningkat.

“Itu tentunya harapan kita semua. Karena kita tidak ingin istilah “Dana BOS, di tilep Bos” muncul ke publik, akibat kebocoran anggaran,” pungkasnya. (agus)