ICW Soroti Tuntutan Jaksa, Vonis Pinangki di Bawah Djoko Tjandra

Inionline.id – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai janggal dalam proses penegakan hukum sengkarut penanganan perkara yang melibatkan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan pengusaha Djoko Tjandra.

Pasalnya, vonis pemberi suap Djoko Tjandra lebih berat daripada Pinangki selaku penerima suap. Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diatur ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara bagi pemberi suap dan pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun bagi penerima suap.

Pada tingkat banding (Pengadilan Tinggi), Pinangki divonis dengan pidana penjara 4 tahun dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Sementara Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara di tingkat kasasi (Mahkamah Agung), tetapi perkaranya belum inkrah.

“Di luar substansi putusan itu, dari sini masyarakat bisa melihat bagaimana kejanggalan penegakan hukum dalam kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung terjadi,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulis, Kamis (18/11).

Dalam hal ini Kurnia mengkritik Kejaksaan Agung yang hanya menuntut Pinangki dengan pidana empat tahun penjara– sama seperti tuntutan Djoko Tjandra.

Pinangki dikenakan pasal suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Dengan kata lain, lebih berat dibandingkan Djoko Tjandra yang hanya terbukti dengan pasal suap dan pemufakatan jahat. Namun, justru hukuman Djoko Tjandra yang lebih berat.

Kurnia menyayangkan Kejaksaan Agung yang tidak menempuh jalur kasasi terhadap putusan Pinangki tersebut.

“Padahal, dari konstruksi pasal yang terbukti, Pinangki sangat mungkin dihukum hingga 20 tahun penjara,” ucap Kurnia.

“Menjadi pertanyaan penting bagi masyarakat kepada Jaksa Agung [ST Burhanuddin] selaku pimpinan tertinggi Korps Adhyaksa, kenapa Djoko S. Tjandra dituntut satu tahun lebih rendah dari hukuman maksimal, sedangkan Pinangki dituntut sangat rendah, padahal jaksa tersebut melakukan tiga kejahatan sekaligus?” sambungnya.

Sebelumnya, MA memperberat hukuman Djoko Tjandra menjadi 4,5 tahun dari semula 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pengecekan status red notice, penghapusan nama dari daftar pencarian orang (DPO), dan pengurusan fatwa MA. Penasihat hukum Djoko, Soesilo Aribowo, belum menentukan sikap terkait putusan tersebut.

“Saya belum ketemu beliau [Djoko Tjandra], jadi belum bisa menjawab apa pun, bahkan putusan [kasasi] pun belum tahu,” ucap Soesilo saat dikonfirmasi, Rabu (17/11).