Kasus Pelecehan di Bandara Soetta Berujung Penahanan Tersangka

Inionline.id – EF, oknum tenaga medis yang melakukan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan-pelecehan. Tersangka juga ditahan polisi akibat kasus tersebut.

Sebelumnya, tersangka ditangkap polisi di kosannya di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada Jumat (25/9). Keesokan harinya, polisi menerbitkan surat perintah penahanan terhadap tersangka.

“Tersangka sudah dilakukan upaya penahanan sedari kemarin,” kata Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta AKP Alexander Yurikho ketika dihubungi, Minggu (27/9/2020).

Alexander mengatakan EF sudah dilakukan upaya penahanan sejak Sabtu (26/9) kemarin. EF ditahan selama 20 hari ke depan.

“Dari hari Sabtu (26/9) sampai 20 hari ke depan,” ujar Alexander.

Kasus ini bermula dari cuitan seorang perempuan berinisial LHI yang viral di media sosial. Di akun Twitter itu, korban menceritakan bahwa pada Minggu (13/9) lalu, hendak terbang dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta ke Nias, Sumatera Utara.

“Pada Twitter yang dicuit saudari pelapor LHI, itu ternyata sempat rame menyatakan bahwa ada satu perbuatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh petugas di Bandara,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polres Bandara Soekarno,” jelas Yusri.

Tak hanya melakukan melakukan pencabulan kepada korban, tersangka EF melakukan penipuan dan pemerasan kepada korban. Dengan dalih menawarkan korban mengubah hasil rapid test dari reaktif menjadi non-reaktif, tersangka meminta korban sejumlah uang. Padahal, hasil rapid test korban dinyatakan non-reaktif.

“Petugas pada saat pelaksanaan rapid test dan juga dilakukan penipuan sebesar Rp 1,4 juta ini sempat ramai, jadi pelaku sudah berhasil kita amankan inisialnya adalah EFY,” ucap Yusri.

Polisi telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus itu. Di antaranya PT. Kimia Farma, selaku penyelenggara rapid test, universitas swasta di Sumatera Utara tempat EF menimba ilmu sebagai Sarjana Kedokteran hingga Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hasil penyelidikan mengungkap bahwa tersangka belum layak disebut dokter karena belum melaksanakan uji kompetensi dokter Indonesia (UKDI).

“Hari ini kita dapat keterangan bahwa yang bersangkutan belum dokter, karena belum ada uji kompetensi dokter Indonesia yang dikeluarkan oleh IDI. Jadi belum sah dia jadi dokter tapi dia adalah Sarjana Kedokteran. Kalau S.Ked, iya sudah,” jelas Yusri.

EF pun dijerat tiga pasal berlapis dengan ancaman hukuman terberat 9 tahun penjara.

“Yang pertama adalah adanya 368 di pasal 368 KUHP kemudian 378 penipuan juga ada di pasal 289 dan 294 tentang pencabulan yang dilakukan oleh tersangka,” jelasnya.

“Untuk pasal sudah jelas disampaikan yang termasuk ancaman tertingginya adalah 9 tahun penjara. makanya bisa kita lakukan penahanan terhadap yang bersangkutan,” sambungnya.

Berikut sangkaan pasal yang menjerat EF:

Pasal 368 KUHPidana:

Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan ancaman pidana 9 tahun penjara.

Pasal 289 KUHPidana:

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekeraan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

Pasal 294 Ayat (2) KUHPidana:
Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.

Pasal 378 KUHPidana:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupuj penghapusan piutang diancam karena penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Lebih lanjut, Yusri menyebut bahwa penyidik telah mengantongi sejumlah alat bukti terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh tersangka. Salah satunya CCTV yang merekam adanya indikasi perbuatan cabul oleh tersangka.

“Emang betul ada indikasi terjadi pelecehan seksual itu. Apa pelecehan seksualnya? Saya tidak gambarkan secara penuh, tetapi tiga adegan yang dilakukan. Tiga adegan di situ dan itu terbukti makanya kami akan ke Pasal 294, di Pasal 289 dan 294 KUHP yang arahnya adalah ke pencabulan,” jelas Yusri.

Selain itu, Yusri mengungkap bahwa tersangka EF selalu mencari celah untuk berduaan dengan korban pada saat itu. Ketika itu, diketahui LHI datang ke lokasi rapid test pada pukul 05.00 WIB.

Yusri mengungkapkan, saat itu banyak petugas medis yang bekerja di jam tersebut. Tetapi dengan berbagai cara, EF mengupayakan agar ia bisa berduaan dengan LHI.

“Jadi sebenarnya tenaga medis itu banyak di dalam situ, tapi yang bersangkutan ini memang yang bersangkutan dengan akal-akalan dia, bagaimana caranya untuk bisa mengupayakan supaya sendiri pada saat itu. Karena itu pagi hari, dini hari jam 05.00 WIB pagi, pagi sekali jam 05.00 WIB petugas yang lain ada,” imbuh Yusri.

Hingga saat ini polisi masih melakukan pemeriksaan mendalam kepada tersangka. Polisi kini tengah mendalami kemungkinan adanya oknum lain yang melakukan perbuatan serupa.