Reses Anggota DPRD Jabar, Masalah Sistem Zonasi Sekolah dan BPJS Kesehatan Jadi Curhatan Masyarakat

Antar Daerah157 views

Bogor, Inionline.Id – Anggota DPRD Provinsi Jawa barat, Iwan Suryawan menggelar reses I tahun sidang 2019-2020 yang telah memasuki hari ke-8 di Kantor DPC PKS Bogor barat, jalan Bubulak, Kecamatan Bogor barat, Kota Bogor, pada senin (09/12/19).

Giat reses ini juga merupakan penutup dari rangkaian reses yang telah dilakukan Iwan sepanjang bulan Desember ini. Ratusan orang dari beberapa kelurahan yang di dominasi oleh kaum wanita tampak hadir pada giat tersebut.

Fitri Nurani, warga Cibalagung, Kelurahan Pasir Jaya mengungkapkan bahwa BPJS Kesehatan dan system zonasi sekolah dianggap momok bagi masyarakat di wilayahnya.

Pasalnya, sistem zonasi sekolah yang saat ini diberlakukan di Indonesia membuat seorang anak jadi terhalang masuk ke sekolah yang diinginkan oleh para siswa didik.

“Jadi karena kita kadang Nilai Ebtanas Murni (Nem-red) nya besar, tapi karena zonasi kita kan tergeser gitu,” ujar Fitri.

Dirinya mengaku anaknya sendiri sempat tergeser-geser posisinya pada penerimaan siswa baru di SMPN 9 Kota Bogor, walaupun akhirnya diterima hal tersebut sempat membuat galau Fitri.

Selain itu dirinya juga mengeluhkan masalah BPJS Kesehatan dimana pergantian status dari mandiri ke Penerima Bantuan Iuran (PBI-red) dianggap sulit walaupun warga telah meminta bantuan dari pengurus warga seperti RT dan RW.

Menanggapi curhatan warga, Iwan Suryawan menjelaskan bahwa sistem zonasi idealnya diberlakukan ketika pemerataan sekolah minimal terjadi di semua kecamatan se-Kota Bogor terpenuhi hingga, jarak tempuh yang menjadi salah satu syarat ini, menjadi peluang untuk masuk ke sekolah yang diinginkan para siswa-siswi di Kota Bogor.

“Sebenarnya yang harus dihindari adalah terjadinya eksodus perpindahan dari luar zona mendekati sekolah, ini yang kemarin sempat diindikasikan terjadi hal seperti itu, ini jangan sampai terjadi yang seperti ini,” ungkap Iwan.

Kebijakan ini harus di evaluasi agar masyarakat bisa mendapatkan peluang sebesar-besarnya untuk masuk ke sekolah negeri.

Untuk masalah BPJS Kesehatan sendiri, Iwan mengakui hal tersebut juga dirasa sangat kompleks, salah satu faktornya adalah kurangnya informasi kepada masyarakat.

“Atau masyarakat yang kurang aware terhadap terkait dengan kebijakan-kebijakan BPJS, namun kadang juga terjadi perubahan-perubahan kebijakan di BPJS Kesehatannya,” tutur Iwan.

Tentunya hal ini harus digalakan informasi tentang BPJS mengenai layanan apa yang diberikan, termasuk menyadarkan masyarakat membayar BPJS itu bukanlah suatu kerugian tetapi bagian dari masyarakat ketika mereka berhadapan dengan masalah kesehatan, hal tersebut bisa membantu.

“Namun demikian, tentunya masyarakat harus menerima layanan yang sesuai, ketika mereka sakit, inginnya selalu dilayani dengan baik, untuk kelas 3 mandiri janganlah dinaikkan iurannya, dan teruslah memberikan informasi kepada masyarakat jika terdapat kebijakan baru,” kata Iwan.

Anggota DPRD Kota Bogor, Angga Alan Surawijaya yang turut hadir pada acara tersebut juga menambahkan bahwa Kota Bogor sejak tahun 2019 telah menganggarkan sebanyak 250 ribu orang untuk dimasukkan ke PBI, sehingga keluarga miskin yang tidak memiliki kemampuan membayar premi BPJS bisa dibantu oleh pemerintah.

“Bahkan info terbaru, ada bantuan dari Provinsi Jawa barat sebesar 24 miliar rupiah untuk keluarga yang tidak mampu membayar iuran,” kata Angga.

Selain itu untuk antisipasi warga Kota Bogor yang belum tercover BPJS PBI maka tetap dianggarkan juga Jamkot oleh DPRD Kota Bogor sehingga pada tahun 2020 masalah BPJS Kesehatan di Kota Bogor di targetkan selesai. (JC)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *