SPP Belum Lunas, Siswi SD Dihukum Push Up 100 Kali

Depok, Inionline.Id – Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Mujtama di Bogor mengaku dirinya dihukum push up 100 kali lantaran belum lunas membayar SPP. Kini GNS (10) mengalami trauma dan takut dihukum push up lagi.

GNS yang merupakan warga Depok namun bersekolah di Bogor menceritakan, ketika dia sedang belajar, dihampiri oleh kakak kelasnya. Dia diminta untuk menghadap kepala sekolah. Kemudian dia pun memenuhi panggilan tersebut. Setelah, bertemu GNS diminta untuk push up 100 kali.

“Yang nyuruh kepala sekolah. Katanya belum dapat kartu ujian soalnya belum bayaran,” ucap GNS.

Kakak dari GNS, Raka mengatakan, sudah tujuh hari sejak peristiwa tak menyenangkan itu terjadi, adiknya enggan kembali ke sekolah dan ingin pindah sekolah. Dia berharap peristiwa tersebut tidak terulang kembali terhadap siswa maupun siswi lainnya.

“Kata adik saya dia sakit, beberapa hari enggak masuk, sekarang benar-benar jadi enggak mau masuk lagi sekolah,” tutur Raka.

Pihak sekolah, melalui kepala sekolah, Budi, mengakui bahwa dirinya memberikan hukuman push-up sebagai bentuk shock therapy. Namun, dirinya menyangkal menjatuhi hukuman sebanyak 100 kali, melainkan hanya 10 kali.

“Oh enggak, jadi hanya syok terapi memang kita lakukan (suruh push-up) tapi tidak sampai sebanyak itu, hanya 10 kali (suruh push-up-nya),” ujar Budi dikutip dari Kompas.

Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan pihak sekolah seharusnya membantu mencari solusi siswa yang berasal dari orang tua kurang mampu secara ekonomi.

“Jika ternyata orang tua siswa tersebut tidak bisa melunasi uang SPP beberapa bulan karena ketidakmampuannya, maka hal ini harus dibicarakan baik-baik,” kata Retno.

Sebagai upaya mencari jalan keluar dari permasalahan, kata dia, sekolah juga bisa berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan setempat.

Dia mencontohkan upaya membantu memindahkan sang anak ke sekolah negeri terdekat, karena sekolah negeri untuk SD gratis.

Namun, kata dia, berbeda dengan pihak sekolah swasta yang memang operasional sekolah sangat tergantung uang bayaran siswa sehingga berbiaya.

Selain itu, dia menambahkan, pihak sekolah juga bisa berkomunikasi dengan para orang tua lainnya melalui komite sekolah sehingga bisa dicarikan solusi.

“Misalnya dengan mencarikan orang tua asuh atau bantuan beberapa orang tua yang mampu melalui program subsisi silang untuk siswa yang orangtuanya kurang mampu secara ekonomi,” tambahnya.

Retno menilai apa yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap para siswa yang orangtuanya belum melunasi uang SPP adalah bentuk kekerasan terhadap anak.

Apalagi, kata dia, jika push up dilakukan berpuluh kali, tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan. Sehingga dapat dikategorikan kekerasan fisik.

“Itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikis, berpotensi kuat melanggar pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,” kata Retno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *