Tugas Pemimpin Itu, Berani Melakukan Inovasi dan Terobosan

JAKARTA – inionline.id

Jangan jadi pemimpin yang hanya berkutat dengan rutinitas. Dengan tengah tantangan yang kian kompleks, seorang pemimpin dituntut untuk bekerja tak biasa saja. Tapi, jadi pemimpin yang berani melakukan inovasi. Berani membuat terobosan. Apalagi Indonesia adalah negara besar.

“Ini negara yang besar, harus ada inovasi, harus ada keberanian mengambil keputusan yang terbaik. Harus mampu menggerakkan dan mengorganisir masyarakat di daerah sekecil apapun,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, saat jadi pembicara dalam acara sarasehan bertajuk, “Indonesia, Rumah Kita,” di Jakarta, kemarin. Acara sarasehan sendiri dihadiri sejumlah tokoh nasional dan para mahasiswa.

Tugas kepala daerah kata Tjahjo memang tak ringan. Misalnya ia contohkan kepala daerah di daerah yang wilayahnya sangat luas. Punya lautan luas, tapi sumber daya manusia terbatas. Tentu, ini jadi kendala ketika ingin menggerakan roda pembangunan. Lalu, menjawab itu, ada yang memilih jalan lewat pemekaran. Padahal, andai pun dilakukan pemekaran, belum bisa jadi jaminan, daerah itu bakal lebih maju.

“Memang berat tugas kepala daerah tersebut. Sumut itu provinsi yang besar , dipecah jadi 3 sampai 4 provinsi, ada provinsi Nias, Tapanuli. Padahal ada daerah pemekaran yang tiga tahun belum mampu menentukkan ibukota kabupaten. Penduduknya hanya 10.000, 5 kecamatan terus solusinya ini harus dipecah jadi dua sehingga masing-masing punya ibukota. Itu terjadi,” tuturnya.

Kata Tjahjo, ada ratusan usulan pemekaran daerah yang disorong para tokoh masyarakat. Padahal, untuk daerah otonomi yang sudah ada saja, percepatan pembangunannya banyak yang belum optimal. Pemerataan belum terwujud. “Apalagi ditambah dengan 314. Ini problem daerah,” katanya.

Menurut Tjahjo, masalah ini harus diungkap dengan kritis. Karena itu ia berpesan, para mahasiswa, agar bisa bersikap kritis. Berani mengungkapkan pendapat. Berani mengkritisi realitas yang ada. Tapi ia juga berpesan, jangan kemudian mengkritik dengan cara membabi buta. Mencaci maki. Apalagi mengkritik dengan informasi yang menyesatkan. Informasi harus dicerna. Dipilah. Dicermati, mana fakta, mana hoax. Dan mana pula yang tendensinya fitnah.

“Dicerna dengan baik, dicerna dengan baik sampai kan dengan baik. Kalau mau demo lapor ke pihak kepolisian. Mau dialog dengan pejabat,  semua mau menerima untuk berdialog,” ujarnya. (kemendagri/na)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *