PKS Menilai Perpanjangan Sertifikat Halal Tak Punya Kontrol yang Jelas di UU Ciptaker

Politik057 views

Inionline.id – Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, berpendapat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berpotensi mengorbankan perlindungan konsumen produk halal. Dia menyoroti klausul terkait sertifikasi halal dalam UU tersebut.

“Dalam analisis kami, perubahan pada Pasal 42 (versi UU Cipta Kerja) terkait dengan kewajiban perpanjangan sertifikat halal oleh pelaku usaha membuka peluang terjadinya praktik penyimpangan administratif oleh oknum pelaku usaha apabila kontrol pengawasan tidak diperketat,” katanya, Selasa (20/10).

“Perubahan klausul Pembaruan Sertifikat Halal menjadi Perpanjangan Sertifikat Halal mengakibatkan munculnya penambahan ayat baru, yakni ayat ‘self-declaration’ di ayat (3), sehingga membolehkan sertifikat halal diterbitkan tanpa melalui pemeriksaan ulang oleh LPH, sidang fatwa oleh MUI, dan verifikasi oleh BPJPH,” sambungnya.

Ketua DPP PKS ini menegaskan, konsekuensi dari perubahan pasal 42 tersebut adalah memungkinkan semua pelaku usaha baik yang berskala besar, menengah, kecil, dan mikro maupun pelaku impor yang ingin memperpanjang sertifikat halalnya berhak melakukan ‘self-declaration’ produknya dan berhak langsung mendapatkan perpanjangan sertifikat halal.

“Lantas, jika pembaruan menjadi perpanjangan hanya cukup dengan mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, maka siapa yang bisa menjamin bahwa produk tersebut memang tidak mengalami perubahan? Pasalnya, dalam hal kontrol yang ketat saja masih ada sejumlah penyelundupan produk haram yang diklaim halal,” tuturnya.

Anggota Baleg Fraksi PKS ini meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Ia akan mendesak pemerintah dalam penyusunan RPP itu mampu menutup celah bagi pelaku usaha nakal yang mencoba mengambil jalan pintas dalam perpanjangan sertifikat halal.

Oleh karena itu, lanjutnya, mekanisme pengawasan produk halal harus dirancang secara cermat dan memadai agar perlindungan terhadap konsumen produk halal tidak terabaikan. Pemerintah tidak boleh tergesa-gesa dalam menyusun aturan turunannya.

“Pasalnya, bagi umat Islam, secara khusus, mengonsumsi produk halal bukan semata tentang gaya hidup, akan tetapi tentang kemerdekaan untuk manjalankan ketaatan sesuai ajaran agamanya sebagaimana hal ini telah dilindungi dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945,” pungkasnya.

Berikut komparasi antara UU No 33/2014 Jaminan Produk Halal (eksisting) dan Jaminan Produk Halal UU Cipta Kerja. Sebelumnya, dalam Pasal 42 eksisting berbunyi:

(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.

(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

Sedangkan di dalam UU Cipta Kerja terdapat perubahan klausul di ayat (2), yang sebelumnya tertulis ‘Pembaruan’ kemudian menjadi ‘Perpanjangan’. Akibatnya, terdapat penambahan ayat baru, yakni ayat (3) pada Pasal 42 UU Cipta Kerja berbunyi:

(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.

(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan perpanjangan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

(3) Apabila dalam pengajuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, BPJPH dapat langsung menerbitkan perpanjangan sertifikat halal.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpanjangan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.