Aktivis Hong Kong Meminta Jerman Jatuhkan Sanksi ke Pejabat China

Internasional157 views

Inionline.id – “Anda tahu bahwa kekhawatiran kami belum hilang tentang dampak dari apa yang disebut UU Keamanan,” kata Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, ketika menerima kunjungan rekan sejabatnya dari China, Wang Yi di Berlin, Selasa, (1/9).

“Kami ingin agar prinsip satu negara dua sistem bisa diterapkan sepenuhnya”, lanjut Heiko Maas. Dia juga mengatakan bahwa dialog hak asasi antara Jerman dan China akan dilanjutkan minggu depan.

China akhir Juni lalu menerapkan UU Keamanan Nasional di Hong Kong yang mengancam sanksi berat bagi “semua kegiatan yang mengancam keamanan nasional,” antara lain kegiatan yang dianggap subversif, separatis, mempromosikan terorisme atau persekongkolan dengan pihak asing. Pelanggaran diancam dengan sanksi berat sampai penjara seumur hidup. Banyak aktivis muda Hong Kong yang bergabung dalam gerakan demokrasi kemudian ditangkapi dan kebebasan pers ditekan.

Ketika Inggris menyerahkan kembali Hong Kong kepada China tahun 1997, China setuju menerapkan prinsip “satu negara dua sistem”, yang menjamin kebebasan pers dan kebebasan berpendapat serta sistem peradilan yang independen untuk masa 50 tahun.

“Sikap lunak Jerman bisa merusak nilai-nilai demokratis”

Menjelang pertemuan Heiko Maas dan Wang Yi, aktivis pro-demokrasi Hong Kong Nathan Law yang kini berada di Inggris meminta Jerman menerapkan sanksi terhadap para pejabat tinggi China dan Hong Kong. Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, aktivis berusia 27 tahun itu mengatakan:

“Kita perlu kebijakan untuk meredam sistem otoriter dan ekspansionitis China.” Selanjutnya ia mengatakan, situasi di Hong Kong sekarang seperti di Berlin pada era perang dingin. Itu sebabnya “penting bagi pemerintah Jerman untuk mendukung perjuangan warga Hong Kong.”

“Hingga saat ini Jerman, karena kepentingan hubungan dagangnya, bertindak lunak terhadap China. Tapi pemerintah Jerman mesti menyadari, bahwa sikap itu akan merusak nilai-nilai demokratis,” kata Nathan Law.

Menyuarakan demokrasi untuk Hong Kong dari Inggris

Nathan Law mengusulkan agar negara-negara Barat memberlakukan klausa perlindungan HAM dalam hubungan dagang dengan China. “Jika semua negara melakukan itu kepada mitra-mitra dagang terpentingnya, China tidak dapat melepaskan diri situ,” katanya.

Dia menegaskan, China tidak bisa menjadi mitra strategis bagi negara-negara demokratis, selama ada “sistem otokratis yang menindas warganya sendiri”.

Nathan Law tahun 2016 terpilih sebagai anggota parlemen Hong Kong sebagai wakil rakyat termuda. Karena peranannya dalam Gerakan Payung Hitam tahun 2014 dia sempat dijebloskan ke penjara selama delapan bulan. Saat ini dia dinyatakan sebagai buron oleh pemerintah China karena terlibat dalam aksi protes massal di Hong Kong selama 2019. Inggris saat ini membekukan perjanjian ekstradisinya dengan China.

Nathan Law menyatakan, dia sekarang merasa “relatif aman” berada di Inggris. “Saya sekarang melanjutkan kerja gerakan demokrasi (Hong Kong) di panggung internasional,” katanya.