Usul Sidang Isbat Ditiadakan, Ahli Astronomi BRIN Respons

Iptek757 views

Inionline.id – Ahli astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menilai Sidang Isbat berperan penting dalam menyatukan pendapat terkait awal Ramadhan dengan memberi posisi yang sama pada hisab dan rukyat, bukan sekadar buang-buang uang.

Hal itu dikatakannya merespons usul peniadaan Sidang Isbat lantaran kondisi Bulan sudah jelas bisa diperhitungkan secara astronomis.

“Di Indonesia bukan hanya untuk memverifikasi rukyat tapi menyatukan pendapat yang kadang-kadang berbeda dengan hasil hisab berbeda itu dimusyawarahkan pada Sidang Isbat,” kata Thomas, dalam konferensi pers di kantor BRIN, Jakarta, Jumat (8/3).

“Jadi kalau mengusulkan Isbat ditiadakan, pertama, seperti menyinggung para pengamal rukyah seolah-olah jangan diberi tempat. Rukyat itu forum musyawarah bukan sekedar menghambur-hamburkan biaya,” cetus dia.

Sebelumnya, Ablud Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengusulkan Sidang Isbat sebaiknya ditiadakan untuk menghemat anggaran negara yang kini kondisinya sedang tidak baik.

“Dengan tidak diadakan Isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja,” kata dia, Jumat (8/3).

Mu’ti menilai hasil Sidang Isbat sudah bisa diprediksi dengan jelas. Pemerintah, kata dia, menggunakan kriteria kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dalam menentukan awal bulan hijriah sejak 2022.

MABIMS mensyaratkan hilal (Bulan sabit awal bulan hijriah) minimal punya ketinggian 3 derajat dan elongasi atau sudut Bulan-Matahari 6,4 derajat. Sementara, hitungan astronomis sudah jelas menunjukkan kondisi hilal 10 Maret di bawah 1 derajat.

“Dan pada saat akhir Ramadan posisi jauh di atas 6 derajat. Dengan kriteria itu, hasil Isbat sudah dapat diprediksi dengan jelas,” kata Mu’ti.

Zaman Nabi

Thomas melanjutkan Sidang Isbat ini meneladani praktik di masa Rasul. Bahwa, pengumuman hasil pemantauan langsung kondisi hilal (rukyat) dilakukan oleh otoritas.

“Bagi pengamal rukyat hijab wajib dilakukan karena perukyat tidak berhak melaporkan atau mengumumkan masing-masing [kondisi hilal]. Contoh, rukyat Badui melaporkan kepada Rasul tidak mengumumkan masing-masing, baru Rasul mengumumkan rukyat tersebut,” tuturnya.

“Hal yang sama dilakukan oleh Indonesia, Arab Saudi, Mesir, Malaysia, Brunei. Yang mengumumkan itu otoritas dalam hal ini pemerintah itu ada lembaga fatwa yang mengumumkannya.”

Thomas mengatakan Sidang Isbat juga bukan sekadar “paparan seperti seminar.” Sejumlah aspek teknis disampaikan, termasuk hasil hisab dan rukyat secara bersamaan.

“Secara umum, sering di masyarakat mendikotomikan hisab dan rukyat. Ketika terjadi perbedaan itu kemudian, ‘oh, ini karena ada ormas yang menggunakan hisab, ada yang menggunakan rukyat’,” kata dia.

“Sesungguhnya tidak. Dalam astronomi, hisab dan rukyat sejalan atau setara. Salah satunya tidak ada yang unggul dari yang lain. Kalau kita lihat mengapa terjadi dua meotde tersebut, tentu ini nanti ada kajian fikih atu dasar hukumnya,” papar Thomas.

Terpisah, Adib, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kemenag, menyebut Sidang Isbat penting sebagai bentuk kehadiran negara.

“Sidang Isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadhan dan berlebaran,” kata dia dalam keterangan resminya, Jumat (8/3).

Adib menjelaskan Sidang Isbat penting dilakukan karena ada banyak ormas Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Sidang Isbat pun menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait, dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, hingga Zulhijah.

“Hasil musyawarah dalam Sidang Isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” tandas Adib.