Mulai April BMKG Prediksi akan Musim Kemarau

Berita857 views

Inionline.id – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau di Indonesia akan dimulai pada April 2024.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan awal musim kemarau itu terjadi seiring aktifnya Monsun Australia di bulan keempat.

“BMKG memprediksi awal musim kemarau terjadi seiring aktifnya monsun Australia pada April 2024, yang akan dimulai dari wilayah NTT, NTB, dan Bali,” kata Dwikorita dalam konferensi pers secara daring, Jumat (15/3).

Dwikorita menyampaikan awal musim kemarau 2024 tidak dialami seluruh wilayah Indonesia secara bersamaan.

Rinciannya, daerah yang diprediksi memasuki musim kemarau pada April yakni Pesisir utara dari Banten, Jakarta dan Jawa Barat, sebagian Bali, NTB, NTT dan bagian pesisir Jawa Timur.

Lalu wilayah yang mengalami kemarau mulai Mei yaitu Jakarta, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, sebagian besar Jawa Timur, sebagian kecil Maluku, sebagian Papua dan Papua Selatan.

Kemudian kemarau terjadi di sebagian Besar Pulau Sumatera, Banten, sebagian Besar Jawa Barat, sebagian Kalimantan Barat, sebagian kecil Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara dan Maluku bagian kepulauan Aru dan Tanimbar pada Juni.

Dwikorita mengatakan puncak musim kemarau secara umum di seluruh Indonesia bakal terjadi Juli-Agustus 2024.

“Puncak musim kemarau secara umum terjadi Juli-Agustus dan diprediksi akan terjadi fase La Nina lemah pada Juli-September,” kata dia.

Dwikorita pun berpesan dalam menghadapi musim kemarau 2024, maka Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Institusi terkait, dan seluruh masyarakat diminta lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat Musim Kemarau bawah normal alias lebih kering dibanding biasanya.

Sebab wilayah tersebut menurutnya dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.

Selain itu, tindakan antisipasi juga diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal, terutama untuk tanaman pertanian dan hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.

“Serta Pemerintah Daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan,” ujar Dwikorita.