Soal Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor, Begini Kata Petani Milenial

Bogor – Para petani milenial menilai keberpihakan pemerintah terhadap pertanian masih minim. Hal ini mengemuka saat para petani yang terwadahi dalam Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor bersilaturahmi dan berdiskusi di Kantor Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) Kabupaten Bogor, Senin 12 Februari 2024.

Para petani milenial mengemukakan tentang keluh kesah yang dirasakan petani selama ini di Kabupaten Bogor. Antara lain makin terdesaknya lahan pertanian akibat maraknya pembangunan, minimnya dukungan anggaran dan bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah, hingga terjadinya beberapa konflik pertanahan antara petani penggarap dengan pihak swasta.

“Kami sangat menyayangkan anggaran ketahanan pangan yang selama ini diturunkan melalui Pemerintah Desa masih banyak salah sasaran. Anggarannya turun ke petani yang tidak jelas sehingga tidak ada hasilnya,” kata Ketua HPPMI Kabupaten Bogor, Yusuf Bachtiar.

Yusuf mengaku sangat prihatin lantaran keberpihakan pemerintah masih minim terhadap kemajuan pertanian. “Kami para petani dan peternak ini butuh kehadiran pemerintah. Tidak sedikit petani yang usahanya terganggu dengan status kepemilikan lahan. Mereka berpuluh tahun menggarap lahan telantar tapi tiba-tiba diusir oleh perusahan swasta,” ungkap dia.

Melalui audiensi dan diskusi tersebut, Yusuf juga berharap HPPMI bisa menjadi mitra pemerintah melalui dinas terkait serta dilibatkan dalam melaksanakan beragam program pertanian dan peternakan.

Kabid Program dan Pelaporan Distanhorbun Kabupaten Bogor, Suhartono, yang hadir menerima kedatangan HPPMI, menegaskan bahwa Distanhorbun siap berkolaborasi dengan HPPMI maupun organisasi petani lainnya sesuai dengan tugas pokok fungsi (tupoksi).

Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan bahwa tupoksi Distanhorbun sesuai dengan peraturan perundangan lebih kepada urusan produksi komoditas pertanian. Sedangkan mengenai urusan ketersediaan pangan, marketing atau perdagangan produk pertanian, lebih menjadi urusan Dinas Ketahanan Pangan.

“Misalnya soal pupuk bersubsidi untuk petani. Distanhorbun hanya memberikan data petani sebanyak-banyaknya, tapi yang menentukan Dinas Perdagangan. Kewenangan kami hanya sampai level produksi,” katanya.

Suhartono mengakui bahwa pihaknya belum bisa leluasa melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan petani karena masih terbentur minimnya anggaran.

“Porsi anggaran untuk dinas kami hanya 0,6% dari total APBD Kabupaten Bogor Rp10 Triliun. Kami berharap ke kepala daerah siapapun bisa lebih memperhatikan sektor pertanian,” ungkapnya.

Sebagai informasi, pada tahun 2023 lalu Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mencanangkan program untuk mencetak 5.000 petani milenial tahun 2023 dengan tagline ‘Tinggal di Desa, Rezeki Kota, Bisnis Mendunia’.

Serta lima program prioritas, yaitu penyiapan sumber daya manusia, penyiapan lahan, penyiapan offtaker, fasilitas permodalan, transfer teknologi dan inovasi.

Terkait hal itu, Pemkab Bogor sendiri diberi tugas melaksanakan dua program yaitu, program penyiapan sumber daya manusia dan program penyiapan lahan, dengan berbagai upaya.

Pada saat itu, Suhartono menyampaikan bahwa saat ini pihaknya baru membina 600 orang petani milenial yang bergerak di usaha agribisnis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dengan rincian, 176 orang bergerak di komoditas tanaman pangan seperti padi, jagung, dan talas.

Sedangkan 140 orang bergerak di komoditas hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. Berikutnya, 34 orang bergerak di komoditas perkebunan seperti kopi.

Suhartono menambahkan lahan persawahan yang dimiliki Kabupaten Bogor seluas 36 ribu hektar lahan sawah. Sementara petani yang terdaftar di Kelompok Tani (Poktan) sebanyak 2.000 an. Untuk jumlah petani sendiri sebanyak 12.000.
(AM)