Prof. Ardiansyah: Bekatul sebagai Pilar Pangan Fungsional

Berita3357 views

JAKARTA, Inionline.id – Bekatul (Rice Bran) sebagai Pilar Pangan Fungsional dan Nursetikal menjadi tema yang disampaikan Prof. Ardiansyah, S.TP., M.Si., Ph.D (Prof. Ardy) dalam orasi ilmiah di Ruang Jawa-Bali Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Kamis (18/1/2024.

‘’Beras (oryza sativa) merupakan salah satu serealia yang paling populer dan banyak dikonsumsi serta merupakan makanan pokok bagi lebih dari 50% populasi dunia, yang 90% diantaranya adalah penduduk Asia, dan Indonesia termasuk tiga negara pengonsumsi beras terbesar di Asia,’’ jelas Prof Ardy dalam pengukuhannya sebagai guru besar bidang Ilmu Pangan dan Biokimia Universitas Bakrie.

Lebih lanjut Prof Ardy mengatakan bekatul yang merupakan hasil samping dari penggilingan padi memiliki prosentase cukup besar dari padi yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Proses penggilingan padi menghasilkan produk utama berupa beras sosoh (70-72%) dengan produk samping berupa sekam (rice husk) (18-20%), dan bekatul (rice bran) (8-10%). Persentase bekatul yang cukup besar dari padi, tentu harus mendapat perhatian untuk bisa dimanfaatkan dengan baik, bukan hanya sebagai pakan, tetapi untuk bahan pangan.

’’Saat ini pemanfaatan bekatul sebagai produk pangan di Indonesia masih sangat terbatas. Beberapa produk yang sudah dikembangkan antara lain adalah produk olahan kue, sereal sarapan, produk bekatul stabil yang sudah kemas, dan makanan tradisional seperti bubur atau jenang bekatul serta bangket bekatul,’’jelasnya.

Bukan hanya jumlah produksi bekatul yang melimpah, tetapi juga komponen yang ada pada bekatul sangat baik dan dapat meningkatkan kesehatan seperti γ-orizanol, vitamin E (α-tokoferol dan tokotrienol), asam ferulat, β-sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Bekatul kaya akan vitamin B komplek (B1, B2, B3, B5, dan B6), karotenoid, dietary fiber, asam amino, polyphenols, dan mineral. Bekatul juga mengandung poly-unsaturated (PUFA) seperti asam linoleat (31-33%) dan asam oleat (37-42%), sehingga minyak bekatul dianggap sebagai minyak sehat.

’’Teknologi stabilisasi menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing bekatul. Stabilisasi bekatul menggunakan SSCE dengan kecepatan ulir 15 Hz pada suhu 120 οC dapat menurunkan kadar asam lemak bebas hingga di bawah 10% diiringi dengan minimalnya kerusakan α-tokoferol dan γ-orizanol. Penggunaan metode tersebut dapat dengan mudah untuk diaplikasikan untuk industri bekatul, karena memungkinkan untuk dilakukan dalam skala kecil atau besar secara kontinyu dengan biaya yang terjangkau.’’ papar Prof Ardy.

Lebih lanjut Prof Ardy menyampaikan beberapa industri kecil dan menengah (IKM) telah mengembangkan bekatul dengan teknologi penyangrai seperti, Kelompok Tani Kesiman Jaya, Desa Kesiman Jaya Pasuruan, IKM Kosmetik Arjuna Yogyakarta, dan penggilingan padi di Banyuwangi.
’’Tentu banyak hal yang harus disiapkan agar menarik minat masyarakat dalam mengonsumsi bekatul, diantaranya kesiapan bahan baku, kesiapan industri bekatul, hilirisasi, sosialisasi pada konsumen dan tentunya strategi pemasaran serta branding,’’ tegasnya.

Prof Ardy mengatakan banyak hal yang harus disiapkan agar menarik minat masyarakat dalam mengonsumsi bekatul, diantaranya kesiapan bahan baku, kesiapan industri bekatul, hilirisasi, sosialisasi pada konsumen dan tentunya strategi pemasaran serta branding.

’’Menonjolkan manfaat kesehatan dari bekatul, bisa menjadi pemacu dan pemicu cukup tinggi, untuk bisa menjadi pilihan konsumen. Sebuah pemetaan dapat dibuat untuk memberikan informasi mengenai manfaat bekatul dari berbagai jenis beras dengan target kesehatan yang spesifik. Positioning dalam strategi pengenalan bekatul sebagai pangan fungsional dan nutrasetikal akan lebih jelas dan membantu konsumen dalam memilih jenis bekatul untuk dikonsumsi sesuai kebutuhannya,’’ kata Prof Ardy diakhir orasinya.

Pengukuhan Prof Ardy sebagai Guru Besar mendapat sambutan banyak pihak. Orasi ilmiah ini dihadiri oleh berbagai kalangan, terutama para ahli pangan, akademisi, praktisi industri pangan, para professional di bidang pangan dan berbagai lembaga yang terkait pangan, seperti AIPG-AIPI, BPOM, GAPMMI, BAPANAS, BAPPENAS, PATPI, P3FNI, PERGIZI, BSN, BRIN, dan lainnya.

Prof Aman Wirakartakusumah yang juga Rektor IPMI International Business School, Jakarta yang hadir dalam orasi ilmiah itu mengatakan bahwa Prof Ardy adalah seorang Guru Besar yang sangat dedicated dan tekun dalam bidang ilmu dan teknologi pangan terutama dikaitkan dengan pangan fungsional dan nutrasetikal yang juga merupakan pangan yang sangat dicari maupun dibutuhkan sebagai makanan maupun sebagai suplemen.

’’Prof Ardy juga mempunyai jiwa kepemimpinana yang tinggi dalam organisasi profesi,’’ kata Prof Aman yang juga mantan Rektor IPB ini.

Sedangkan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University. Prof. Dr. Slamet Budijanto mengatakan fokusnya Prof Ardy pada bidang pangan fungsional adalah pilihan yang bijaksana, mengingat pentingnya pengembangan pangan yang tidak hanya memberikan asupan gizi tetapi juga memberikan manfaat kesehatan.

’’Prof. Ardy terlibat secara aktif dalam memberikan manfaat langsung dari penelitiannya kepada masyarakat,” ungkapnya.

Orasi ilmiah ini semakin terasa lengkap dengan hadirnya Ketua Umum dari Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Ir. Adhi S Lukma. Adhi.

’’Prof Ardy adalah sosok sederhana yang saya kenal, tidak ingin menonjol tapi bekerja untuk kemajuan dunia pendidikan dan organisasi yang digelutinya. Ketertarikan Prof Ardy dalam bidang pangan fungsional, tentu akan bermanfaat bagi pengembangan industri makanan minuman, terutama dalam menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat pendapatannya, semakin sadar akan kesehatan dan nilai gizi, dan ini akan menjadi penunjang pembangunan sumber daya unggul menuju Indonesia Emas 2045,” kata Adhi.