Cegah Kekerasan ke Mahasiswa, UGM Larang Dosen Killer di Kampus

Pendidikan1357 views

Inionline.id – Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melarang dosen keras atau dikenal dengan sebutan ‘dosen killer’ di lingkungan kampus pelat merah itu.

Langkah tersebut diambil menyikapi isu kesehatan mental mahasiswa dan menciptakan suasana belajar yang nyaman tanpa ada kekerasan baik fisik maupun psikis.

“Kita sedang membuat gerakan untuk kampus yang aman nyaman inklusif, ramah dan bertanggung jawab secara sosial dan yang (kita buat) salah satunya kita membuat relasi yang menyenangkan antara dosen dengan mahasiswa,” kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Wening Udasmoro, saat dihubungi wartawan, Senin (31/10).

Wening mengaku kebijakan itu sebagai salah satu upaya pihaknya yang ingin menghapus kekerasan verbal, kekerasan psikologis apalagi kekerasan fisik, maupun kekerasan mental hingga kekerasan seksual kepada mahasiswa.

“Jadi kita ingin membuat barikade-barikade agar tidak ada lagi kekerasan, intinya, di UGM,” ucapnya.

Wening menjelaskan definisi dosen killer yaitu dosen yang menggunakan kekerasan baik verbal maupun psikologis kepada mahasiswa. Menurutnya, mendidik mahasiswa tak perlu melulu menggunakan cara-cara yang keras.

Ia menegaskan kehadiran dosen killer di lingkungan kampus sudah tidak relevan lagi pada era sekarang.

“Sangat tidak relevan, karena untuk apa gitu (dosen killer). Karena pada dasarnya kan kalau hanya, kita kan di perguruan tinggi mengajarkan value,” katanya.

“Kita semua tahu toh, dosen yang selalu menggunakan kekerasan verbal, kekerasan psikologis, ya bentuk-bentuk kekerasan lah yang tidak perlu digunakan kepada mahasiswa. Memberitahu mahasiswa kan tidak perlu dengan kekerasan verbal, psikologis,” imbuh Wening.

Lebih lanjut, Wening menyebut pihaknya sedang menyusun aturan yang mencakup bagaimana relasi antara dosen dengan mahasiswa. Pimpinan kampus telah melakukan sosialisasi terkait larangan dosen killer ke fakultas-fakultas.

“Ini sedang dalam proses. Jadi ini sebetulnya praticaly sudah mulai mempromosikan antikekerasan lewat pimpinan-pimpinan di fakultas. Nah sekarang SOP ini sedang dalam proses pembuatan,” katanya.

“Kita mau bikin SOP ada standar operasional prosedur ya untuk bagaimana relasi yang aman, nyaman, antara dosen mahasiswa, antara sesama mahasiswa kemudian antara orang tua dan anaknya yang sekolah di UGM,” sambungnya.

Menurut Wening, aturan ini juga sebagai salah satu langkah mitigasi untuk melindungi generasi muda dari persoalan kesehatan mental. Dia berharap kebijakan UGM ini nantinya bisa menginspirasi kampus lain untuk menerapkan hal serupa.

“Intinya kita mengapa kita melakukan itu? Kita ingin melindungi generasi muda kita dari persoalan-persoalan kesehatan mental. Jangan sampai nanti kita 2045 katanya Indonesia menjadi negara terkaya keempat di dunia tetapi banyak yang tidak bisa menikmati karena mengalami persoalan dengan kesehatan mental,” katanya.