Hapus ‘Kecurangan’ E-Commerce, Kemendag Butuh Aturan Baru

Ekonomi457 views

Inionline.id – Untuk menghapus ‘kecurangan’ di e-commerce Kementerian Perdagangan mengaku masih butuh aturan baru.

Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Rifan Ardianto menyebut Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tidak cukup.

“Permendag 31 tidak bisa berdiri sendiri. Ketika kita berbicara predatory pricing, ada beberapa hal perlu kita lakukan pengaturannya. Bagaimana kita memperketat arus barang impor masuk, jangan sampai ada barang impor masuk dengan harga murah,” ujarnya dalam media briefing di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (12/10).

“Kita menutup dulu nih sumber-sumber barang murah melalui crossborder. Artinya pembatasan US$100 dolar (Rp1,5 juta) menjadi salah satu upaya jangan sampai ada barang masuk langsung ke Indonesia dengan harga murah. Tadi disebutkan 90 persen barang kiriman melalui e-commerce,” sambung Rifan.

Permainan algoritma e-commerce

Rifan lantas menjelaskan soal pengaturan permainan algoritma e-commerce. Menurutnya, ini sudah diatur dalam pasal 13 Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

Dalam beleid tersebut, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) alias e-commerce diminta berperan aktif dalam mengatasi persaingan usaha tidak sehat. Rifan menyebut aturan main algoritma e-commerce diatur dalam pasal tersebut.

“Jangan sampai data-data PPMSE itu hanya mengarah pada promosi terhadap barang tertentu atau pelaku usaha tertentu. Jadi, kesetaraan pedagang atau merchant sehingga dari sisi persaingan usaha dapat terwujud,” jelasnya.

“Tetapi dalam prosesnya memang kita terus mencari regulasi-regulasi yang kita perlu kembangkan lebih lanjut lagi supaya memastikan tidak terjadi persaingan usaha tak sehat dan monopoli. Ini kami terus melakukan penyempurnaan,” tandas Rifan.

Soal algoritma e-commerce atau social commerce turut dikeluhkan Kementerian Perindustrian. Mereka mengklaim toko online lebih sering menawarkan barang-barang impor ketimbang produk lokal.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan algoritma toko online juga harus diatur. Jika tidak, industri tanah air bisa terancam.

“Banyak di media sosial, kita bisa lihat algoritmanya itu banyak menayangkan produk-produk impor kepada netizen-netizen Indonesia. Kan kendalinya gak di kita, itu juga bukan sepenuhnya kendali pasar, tapi kendali operator aplikasi, di algoritmanya. Itu yang kami cermati,” tuturnya dalam Konferensi Pers Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2023 di kantornya di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (29/9).

“Bisa dibayangkan kalau semua netizen sering terpapar produk-produk impor, misal skincare, tekstil dan produk tekstil (TPT), dll. Itu yang perlu dicermati social media commerce, selain predatory pricing yang kewenangannya di Kemendag. Tapi kalau concern kami, algoritma di media sosial tersebut yang memprioritaskan produk-produk impor,” sambung Febri.