Soal Polemik Penghapusan Pertalite, Luhut Buka Suara

Berita157 views

Inionline.id – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengakui pemerintah tengah mengkaji wacana penghapusan pertalite. Hal itu berkaitan dengan upaya mengatasi masalah polusi udara di Indonesia.

“Nanti kita lakukan semua itu, sekarang lagi dihitung. Ini kan apa namanya, supaya, ini masalah polusi juga. Jadi, kita mau apa namanya etanol berapa persen, supaya oktannya turun (naik), supaya sulfurnya kurang,” jelas Luhut di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Rabu (6/9).

“Karena sampai hari ini kita lihat yang paling banyak terpengaruh udara ini dari transportasi, itu emisi karbon tadi. Hasil pengetesan di lapangan sekarang 37 persen sepeda motor itu tidak lulus uji emisi. Jadi, sekarang kita mau perbaiki dulu bahan bakarnya,” imbuh Luhut.

Akan tetapi, Luhut menegaskan langkah-langkah yang ditempuh harus terukur. Ia pun meminta Program Kemitraan Indonesia-Australia untuk Perekonomian (Propera) mengkaji lebih rinci penyebab polusi udara di Indonesia.

Terkait peralihan pertalite ke pertamax green 92, Luhut memastikan harganya akan dipikirkan sedemikian rupa agar tidak membebani masyarakat.

“Sekarang yang kita lakukan ini baru feeling, belum data lengkap. Jadi, saya pikir setelah studi ini (Prospera) selesai dalam minggu-minggu ini, kita akan target lebih bagus. Ini sekaligus saya pikir Presiden (Joko Widodo) mintakan supaya kita benahi semua. Ini kan kerjaan lama,” jelasnya.

“Ya kita akan tetap lihat (harga pertamax green 92) agar rakyat itu gak terbebani. Itu kuncinya,” tutup Luhut.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati sebelumnya menghebohkan jagad maya usai mengusulkan penghapusan pertalite di 2024 dan menggantinya ke pertamax green 92.

Kendati, Nicke mengklarifikasi bahwa wacana penghapusan pertalite itu masih berupa usulan Pertamina. Ini merupakan bagian dari Program Langit Biru Tahap 2 selaku kajian internal Pertamina yang bakal diusulkan ke pemerintah.

Di lain sisi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan hasrat tersebut belum bisa dilakukan tahun depan. Pasalnya, bahan baku etanol yang diperlukan untuk memproduksi pertamax green belum banyak tersedia di Indonesia.

Arifin menyebut saat ini perkebunan tebu untuk bahan baku etanol sudah ada di Jawa Timur. Namun, itu belum cukup sehingga pengembangannya harus diupayakan dengan bantuan teknologi dari Brasil.

“Nah kalau itu bisa, nanti itu rencana, ya kita lihat potensi pengembangannya di Papua. Karena dulu katanya bibit tebu itu asalnya dari Papua, pindah ke Portugis, baru ke Brasil. Nah sekarang balik ke habitatnya,” ujarnya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (1/9).