KPAI Meminta Guru Mengenali Bentuk Pelanggaran Hak Anak dalam Pemilu

Pendidikan257 views

Inionline.id – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria, meminta guru peka terhadap bentuk pelanggaran hak anak dalam pemilihan umum (pemilu). Guru harus melindungi anak dari berbagai mobilasi politik yang tidak sehat.

“Jangan sampai anak dieksploitasi dengan cara yang kasar, membatalkan edukasi yang dilakukan guru. Dampaknya negatif, bertentangan dengan cita-cita guru untuk pencerdasan, pembentukan akal budi anak,” kata Sylvana dalam diskusi Guru dan Pemilu Ramah Anak secara daring, Selasa, 8 Agustus 2023.

Dia mengklasifikasi sejumlah bentuk penggaran hak anak dalam pemilu. Seperti manipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun agar bisa terdaftar sebagai pemilih tetap.

“Menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye,” beber dia.

Selanjutnya, memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah. Lalu, menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu.

Ada juga menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik. Serta menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan.

Kemudian, menggunakan anak untuk memakai dan memasang atribut-atribut partai politik. Selanjutnya, menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang oleh parpol atau calon kepala daerah.

“Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain. Memaksa, membujuk, atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara,” beber dia.

Pelanggaran berikutnya, membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak. Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat.

Adapula melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya. Kemudian, memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah atau parpol tertentu.

“Terakhir, melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara,” ungkap dia.