Indonesia Bisa Turunkan Emisi 20 Persen Jika Menggunakan Mobil Listrik

Ekonomi957 views

Inionline.id – Pada 2030 Penggunaan mobil listrik di Indonesia disebut dapat menurunkan kadar emisi hingga 20 persen.

Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknik Bandung (ITB), Puji Lestari dalam talkshow yang membahas berbagai solusi untuk mengatasi polusi udara di Jakarta, belum lama ini.

Puji mengingatkan, penetrasi terkait penggunaan mobil listrik terhadap pasar harus jadi perhatian pemerintah.

“Penetrasinya tidak bisa seperti kita membalikkan tangan. Kalau mobil listrik itu perlu waktu ya untuk penetrasi ke market, penetrasi ke pemakaian itu berapa persen,” kata Puji.

Potensi penurunan emisi itu sendiri juga tergantung pada penetrasi terkait, termasuk soal daya beli masyarakat dan infrastruktur yang disiapkan pemerintah, misalnya tempat mengisi ulang daya kendaraan.

Puji mengatakan, hal lain yang tak kalah penting adalah survei untuk mengetahui demand atau permintaan masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat cermat mengamati arah permintaan itu untuk menyusun infrastruktur pendukung, seperti kebiasaan menggunakan kendaraan listrik.

Peneliti Alpha Research Database Indonesia, Ferdi Hasiman, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah terkait kendaraan listrik harus didesain sematang mungkin. Terlebih, data mencatat bahwa penyumbang polusi udara terbesar adalah dari transportasi.

“Menurut saya, saya sudah sampaikan, desain kebijakan yang penting. Jadi kalau masalahnya karena polusi, polusi karena transportasi ya saya kira perlu dilakukan perubahan di transportasi, dari konvesional ke kendaraan listrik,” kata Ferdy.

Senada dengan Puji, Ferdy juga mengakui bahwa perubahan yang dimaksud adalah tidak mudah dan akan membutuhkan proses.

Ferdy memaparkan, pada 2022 baru 4.600 mobil listrik terjual atau 0,9 persen dari penjualan mobil di Indonesia. Sementara, motor listrik terjual sekitar 30 ribu unit dengan penjualan motor konvensional mencapai 29 juta unit.

Puji menambahkan, pengawasan pemerintah mutlak diperlukan demi mengatasi masalah polusi udara ini. Pengawasan itu bertujuan memonitor kebijakan dan implementasinya.

Lebih jauh, Puji menyebut bahwa kerja sama antar wilayah juga dibutuhkan, antara lain seperti Jabodetabek. Terlebih, Jakarta memiliki kawasan penyangga yang terhubung langsung, seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Puji lalu memberi contoh, Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur). Menurut dia, pengawasan yang dilakukan hanya di satu tempat tidak akan mengoptimalkan kebijakan terkait kendaraan listrik.

“Itu adalah (kerja sama) antar wilayah, jadi dari tiga provinsi itu, Banten, Jawa Barat, dan DKI. Sebenarnya itu pengawasan bersama, itu akan sangat membantu kebijakan, karena lalu lintas kendaraan di tiga provinsi ini ada di DKI, tidak melulu dari DKI, bisa dari Bogor, dari Depok,” kata Puji.

Sebelumnya, Luckmi Purwandari selaku Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam acara yang sama menyebutkan bahwa 57 persen polusi udara di Jakarta disebabkan oleh kendaraan berbahan bakar minyak. Dari jumlah tersebut, hampir 98 persen berasal dari kendaraan pribadi.