Alasan Pilih Transaksi di Kamboja Dibeberkan Sindikat Penjual Ginjal

Inionline.id – Sindikat penjualan ginjal membeberkan alasan memilih Kamboja sebagai basis aksi mereka. Salah satunya adalah karena rumah sakit di negara itu punya sistem administrasi yang tak rumit.

Hal itu diungkap salah satu sindikat, Hanim, saat memberikan kesaksian setelah ditangkap aparat kepolisian, Jumat (21/7). Tak hanya itu, ia juga mengatakan pihak rumah sakit juga dirasa peduli terhadap pendonor.

“Itu salah satu rumah sakit paling enggak ribet. Tambah lagi itu rumah sakit yang benar, ibaratnya ada pendonor sudah 6-7 bulan pulang ke Indonesia masih ditanya keadaan (kesehatannya),” kata Hanim, Jumat (21/7).

Hanim menyebut rumah sakit di kamboja tersebut merupakan milik militer pemerintah. Penjaga rumah sakit hingga staf medis merupakan tentara.

Hanim yakin pemilik rumah sakit tersebut terlibat dalam transaksi jual beli ginjal. Pasalnya mereka sudah tahu terkait sindikat dan transaksi jual beli organ tersebut.

Sementara para pendonor berasal dari berbagai wilayah Indonesia. Sebelum berangkat ke Kamboja, mereka dikumpulkan di kontrakan di Cibinong.

Setibanya di Kamboja, pendonor wajib melakukan serangkaian tes, seperti medical check up dan pencocokan DNA dengan pasien penerima ginjal.

Menurut Hanim, pendonor maupun penerima transplantasi ditangani oleh dokter-dokter yang mumpuni. Dokter-dokter tersebut kemungkinan berasal dari China.

Setelah pendonor dioperasi, mereka akan dirawat selama kurang lebih lima hari di ruang khusus yang ada di lantai empat. Jika dirasa sudah sehat, mereka segera dipulangkan ke Indonesia.

Pendonor tidak akan dikenakan biaya apapun. Seluruh biaya mulai dari tiket pesawat, tempat tinggal, makan, hingga biaya medical check up dan perawatan di rumah sakit ditanggung sindikat.

“Biaya broker yang menanggung, bukan dipungut dari pendonor, pendonor sama sekali tidak mengeluarkan biaya,” katanya.

Sindikat perdagangan ginjal dari Indonesia yang berbasis di Kamboja ditangkap aparat kepolisian. Total ada 12 orang yang ditangkap.

Dari selusin itu, sembilan orang merupakan sindikat dalam negeri, satu orang sindikat luar negeri, dan satu petugas imigrasi berinisial AH, sementara satu orang lagi merupakan anggota polisi berinisial Aipda M.