Akibat Aktivitas Subduksi, DIY Masih Berpotensi Diguncang Gempa

Antar Daerah157 views

Inionline.id – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut wilayah DIY masih berpotensi diguncang gempa bumi yang dipicu aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Aktivitas subduksi antara kedua lempeng ini sebelumnya dilaporkan yang menjadi pemicu gempa bumi Magnitudo 6,0 di wilayah DIY, Jumat (30/6) malam. BMKG memastikan sumber gempa semalam terjadi di zona subduksi aktif.

“Ini terus saja aktif di situ, beberapa kejadian gempa tidak hanya di wilayah selatan DIY, di beberapa titik itu terus terjadi kita terus mencatat. Ya potensinya masih ada lah, masih aktif,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Bangunjiwo, Bantul, Sabtu (1/7).

Dia mengatakan sejauh ini BMKG belum memiliki teknologi yang mampu memprediksi kekuatan gempa yang dihasilkan akibat aktivitas di zona subduksi ini.

Meskipun demikian, dia mengatakan, untuk gempa bumi dengan kekuatan dan dampak getaran serupa atau bahkan melebihi gempa semalam juga masih berpotensi terjadi ke depannya.

“Kemungkinan masih terjadi karena zonanya memang aktif, namun kekuatannya kan belum bisa diprediksi. Yang tertinggi misalnya megathrust itu kekuatannya sampai (Magnitudo) 8,8. Itu kemungkinan yang tertinggi, tapi semoga tidak terjadi, kemungkinan ada, potensi ada,” paparnya.

Terpisah, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebut gempa bumi magnitudo 6,0 yang mengguncang wilayah DIY pada Jumat malam menjadi peringatan bahwa zona subduksi di selatan Pulau Jawa masih aktif.

Ia memaparkan, DIY merupakan kawasan seismik dan kompleks karena baik dari laut maupun darat menyimpan sumber gempa yang potensial.

Dari laut terdapat zona subduksi yang memiliki potensi magnitude target mencapai 8,7. Sementara di daratan terdapat Sesar Opak cukup aktif yang mencapai magnitude target 6,6.

“Jadi kalau kita lihat sejarah sejak tahun 1800, zona megathrust di Yogyakarta itu sudah memicu gempa sebanyak 12 kali. Terakhir pada 2 September 2009 berkekuatan 7,8 di wilayah selatan,” ungkap Daryono dalam konferensi pers secara daring, Jumat malam.

Megathrust adalah daerah pertemuan antarlempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi. Sementara subduksi yakni tumbukan antara dua atau lebih lempeng tektonik yang salah satunya menghujam ke lempeng di bawah yang lain.

Daryono menerangkan, dengan memerhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya, gempa kali ini merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Diterangkan Daryono, zona subduksi aktif itu bukan cuma menimbulkan gempa bumi, tetapi juga tsunami yang beberapa kali telah menerjang wilayah selatan Pulau Jawa.

“Kalau kita melihat catatan sejarah tsunami, bahwa di selatan Jawa sudah terjadi tsunami sebanyak 8 kali. Tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1957, 1994 di Banyuwangi dan di Pangandaran tahun 2006. Ini merupakan catatan penting terkait dengan potensi dan bahaya gempa dan tsunami di selatan Yogyakarta dan selatan Jawa pada umumnya,” urai Daryono.