Soal Luhut Tolak Impor KRL Bekas, KAI Buka Suara

Ekonomi457 views

Inionline.id – Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan keputusan tidak mengimpor kereta commuterline (KRL) bekas akan berpengaruh terhadap nilai investasi yang harus dikeluarkan KAI serta biaya subsidi seperti PSO (Public Service Obligation).

Dalam hal ini, biaya yang akan dikeluarkan KAI akan meningkat.

“Untuk melakukan importasi atau kereta bukan baru pasti ada konsekuensi kan. Nilai investasi maupun PSO-nya kan. Kita sedang godok dengan semua stakeholder,” kata Didiek saat ditemui di kawasan Halim, Jakarta Timur, Jumat (23/6), dikutip dari detikfinance.

Adapun PSO ini merupakan biaya subsidi yang memiliki sumbangsih terhadap harga tiket kereta. Apabila PSO meningkat, berpotensi akan mengerek harga tiket kereta. Namun persoalan ini masih terus dibahas oleh pemerintah bersama KAI selaku operator.

Di sisi lain, Didiek menegaskan pihaknya akan mengikuti arahan dari pemerintah pusat. Dengan demikian, tidak akan ada impor kereta dan disuplai oleh PT INKA. Pemerintah sendiri telah menyiapkan dana Rp 9,3 triliun untuk produksi KRL dalam negeri.

“KCI akan mengikuti arah pemerintah. Karena pemerintah tidak akan mengimpor kereta bukan baru. Jadi kita akan mengikuti peraturan sehingga untuk melakukan importasi atau kereta bukan baru pasti ada konsekuensi kan,” ujarnya.

Meski demikian, Didiek belum dapat memastikan berapa lama proses retrofit maupun produksi kereta baru dari INKA tersebut. Pihaknya juga masih dalam proses mengkaji langkah-langkah antisipasi dari dampak yang akan ditimbulkan apabila impor keret ini tak dapat dilakukan.

“Masih kita kaji semuanya nanti akan sampaikan ke pemerintah lagi. Langkah langkah apa yang akan kita lakukan” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan pemerintah tidak akan mengimpor KRL bekas dari Jepang karena berpotensi melanggar tiga aturan.

“Jadi sudah kita rapatkan mengenai KRL, kita tidak akan mengimpor barang bekas karena itu melanggar tiga aturan. Satu Perpres, yang kedua Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan,” katanya.