Proposal Damai Prabowo Ditolak Ukraina Mentah-mentah, Gerindra Buka Suara

Politik157 views

Inionline.id – Anggota Komisi I DPR Fraksi Gerindra Yan Permenas Mandenas menekankan proposal perdamaian perang Rusia dan Ukraina yang diajukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bukanlah paksaan.

“Saya pikir langkah-langkah itu sudah sepantasnya dan sewajarnya. Toh, resolusi itu bukan berarti kita memaksakan Rusia maupun Ukraina untuk harus lakukan gencatan senjata,” kata Yan di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (5/6).

Ia menilai proposal yang diungkap Prabowo dalam forum di Singapura itu sudah sesuai dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang menganut prinsip bebas aktif.

Proposal itu, tutur Yan, sudah sesuai karena tak berpihak ke salah satu pihak, melainkan dalam rangka menjaga perdamaian dunia.

“Kita enggak pro terhadap Rusia, tidak pro terhadap Ukraina, tapi kita berada di tengah-tengah. Sehingga, saya pikir itu langkah yang sangat tepat,” tegasnya.

Oleh karena itu, Yan menilai tidak ada yang salah dari proposal Prabowo itu, menurutnya setiap orang bebas untuk mengusulkan proposal damai.

Ia pun menyebut proposal tersebut pun masih membutuhkan proses diskusi yang panjang selanjutnya dengan melibatkan banyak pihak terkait lainnya.

“Masih melalui proses pembahasan di internal menteri pertahanan. Kemudian, ditingkatkan lagi mungkin ke forum-forum yang lebih tinggi yang nanti melibatkan kepala negara dan akan melibatkan forum-forum resmi misalkan di PBB,” ujar dia.

Prabowo sebelumnya menyampaikan proposal resolusi perdamaian untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia.

Ia menyampaikan itu kala memghadiri forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue di Singapura, Sabtu (3/6) lalu.

Prabowo menyodorkan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina yaitu gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum.

Selanjutnya, Prabowo juga mendesak pasukan kedua negara mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata guna menciptakan zona demiliterisasi.

Menurutnya, zona demiliterisasi itu nantinya harus diamati dan dipantau pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah itu, Prabowo mengusulkan agar PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi itu ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.

Menanggapi itu, Pemerintah Ukraina menolak mentah-mentah proposal yang disampaikan Prabowo tersebut. Kyiv menganggap proposal itu aneh dan menyebutnya terdengar seperti usulan Rusia, bukan Indonesia.

“Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini,” ujar Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip AFP, Sabtu (3/6).

Tak hanya itu, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid juga angkat suara soal proposal Prabowo itu. Ia meminta Prabowo untuk berhati-hati dalam membuat pernyataannya.

Permintaan itu disampaikan Meutya menyusul penolakan yang dilakukan Ukraina terhadap proposal damai yang diusulkan Prabowo.

“Posisi Indonesia dalam konflik ini sudah jelas, apalagi dalam Sidang Umum PBB Februari 2023 lalu, Indonesia termasuk ke dalam 141 negara yang menentang invasi Rusia ke Ukraina dan mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina,” ujar Meutya dalam keterangan, Senin (5/6).