Soal Pemerintah Punya Utang Migor Rp344 M ke Peritel, KPPU Buka Suara

Ekonomi057 views

Inionline.id – Soal utang pemerintah Rp344 miliar ke peritel terkait rafaksi minyak goreng, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) buka suara.

Komisioner KPPU Chandra Setiawan mendesak pemerintah segera melunasi utang tersebut. Ia mengatakan ancaman peritel menggugat pemerintah jika tak segera melunasi itu bisa memicu iklim usaha yang tidak kondusif karena tidak memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku usaha.

“Untuk itu, KPPU menyarankan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan mengeluarkan regulasi yang isinya adalah melaksanakan kewajibannya untuk membayar pelaku usaha yang telah selesai diverifikasi sesuai dengan Permendag Nomor 3 Tahun 2022,” jelasnya dalam keterangan resmi KPPU, Rabu (10/5).

KPPU menilai utang pemerintah itu membuat peritel merugi dua kali, yakni dari selisih harga acuan keekonomian (HAK) dengan harga pasar serta selisih HAK dengan harga eceran tertinggi (HET). Terlebih, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 sudah tak berlaku.

Sementara itu, Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala menyoroti ancaman peritel yang mengancam mogok jualan jika utang tersebut tak kunjung dibayar. Ia menilai ancaman tersebut akan menimbulkan ancaman lebih luas ke masyarakat.

“Terlebih minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga adanya gangguan dalam pasokan akan mengakibatkan kenaikan harga minyak goreng dan pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap tingkat inflasi,” tuturnya.

Di lain sisi, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendukung saran KPPU tersebut. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menanti langkah Kemendag untuk mengeluarkan permendag, revisi, atau produk hukum lainnya guna memuluskan pembayaran utang tersebut.

Menurutnya, pemerintah juga perlu bertanggung jawab dalam kasus utang ini. Ia meminta negara hadir di hadapan masyarakat, di mana para pengusaha pun adalah bagian dari masyarakat.

“Hanya satu yang enggak bisa diubah dalam dunia ini, kitab suci. Semua yang namanya aturan apalagi Permendag itu mestinya bisa dilakukan tambahan atau revisi,” ujar Roy di Kantor Kemendag, Kamis (11/5).