Gubernur Bali akan Membuat Peraturan Penetapan Sejumlah Gunung Sebagai Kawasan Suci

Antar Daerah357 views

Inionline.id – Gubernur Bali Wayan Koster akan membuat peraturan tentang penetapan sejumlah gunung sebagai kawasan suci. Jalur pendakian pun jadi tidak bisa sembarangan.

Koster mengatakan rencana itu didasari konsep tata ruang Provinsi Bali dan dikorelasikan dengan kepercayaan pemuka agama.

“Aspek kawasan suci yang diatur termasuk ada gunung, diatur dari bawah sampai ke puncak. Gunung dijadikan sebagai kawasan suci,” kata Koster, di Gedung DRPD Bali, Senin (30/1).

Koster mengatakan bakal membahas lebih lanjut mengenai isi peraturan yang akan dibuat. Dia memastikan bahwa peraturan nanti akan membatasi aktivitas wisatawan di sejumlah gunung yang ditetapkan sebagai kawasan suci.

“Semula kami merancang peraturan daerah khusus menjadikan gunung sebagai kawasan suci. Supaya, aktivitas di gunung itu dapat dikendalikan tidak lagi bebas masuk, dijadikan destinasi wisata ke atas sampai main dengan menggunakan sepeda motor ke puncak gunung,” ungkapnya.

Nantinya, para sulinggih (pemuka agama) akan menyetorkan sejumlah nama gunung yang perlu ditetapkan sebagai kawasan suci kepada Pemprov Bali.

Koster mengatakan dalam kearifan lokal Bali, gunung tidak bisa dipisahkan. Dia menyebut leluhur melakukan ritual keagamaan, beryoga serta bersemedi di gunung.

“Jadi, memang seyogyanya gunung di Bali itu dijadikan sebagai kawasan suci, bukan lagi kawasan yang disucikan, karena memang suci. Cuman kita yang selama ini yang memang mendegradasi dari kawasan suci menjadi prakteknya tidak suci karena kita terlalu kebabablasan,” kata Koster.

Menurut Koster, selama ini tidak ada aturan tegas mengenai pembatasan aktivitas di gunung yang ada di Bali. Ia mencontohkan seperti di Gunung Batur, di Kabupaten Bangli, Bali.

“Saya kira ini sudah kebablasan. Di Gunung Batur sudah beberapa kali terjadi kecelakaan mungkin karena sudah berlebihan tidak terkontrol, ada orang yang melakukan aktivitas ke puncak gunung, itu dia mungkin lagi tidak suci,” kata Koster.

“Sehingga jadi leteh (kotor atau tidak suci) dan timbul bencana. Begitu ada bencana dan meninggal, Desa Adat di sekitar harus melakukan upacara mencaru (pembersihan) dan pekelem lagi,” ujarnya.