Kebutuhan 25 Juta Ton Alokasi Cuma 9,1 Juta Ton, Pupuk Subsidi Langka

Ekonomi157 views

Inionline.id – Kelangkaan pupuk bersubsidi masih saja terjadi di tingkat petani di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera Utara (Sumut). Pasalnya, pupuk subsidi yang dipasok pemerintah masih jauh dari total kebutuhan petani.

SVP PSO Wilayah Barat PT Pupuk Indonesia Agus Susanto mengatakan secara nasional, kebutuhan pupuk subsidi tahun ini sesuai dengan usulan petani mencapai 25 juta ton. Namun, alokasi yang disediakan pemerintah hanya berkisar 9,1 juta ton.

“Ini yang perlu diketahui bahwa kelangkaan itu karena kekurangan alokasi dari jumlah pupuk yang dibutuhkan petani,” kata Agus di Medan, Jumat (23/12).

Menurut Agus, sampai dengan 22 Desember 2022, Pupuk Indonesia telah menyalurkan pupuk bersubsidi jenis urea di Sumut sebanyak 159.131 ton atau sekitar 94 persen dari alokasi setahun sebesar 168.487 ton.

Sementara, untuk pupuk NPK sudah tersalur sebanyak 122.644 ton atau 97 persen dari alokasi 126.693 ton.

“Dalam menyalurkan pupuk bersubsidi, kami tidak hanya mengikuti aturan dalam peraturan menteri pertanian, tetapi juga peraturan menteri perdagangan. Di mana kami diwajibkan untuk menyiapkan stok dalam gudang,” ujarnya.

Agus menambahkan stok pupuk urea yang tersedia saat ini di gudang sebanyak 18.154 ton dan NPK 15.180 ton. Namun, stok itu tidak bisa dikeluarkan tanpa ada persetujuan dari pemerintah.

“Karena ini terkait dengan pembayaran ke produsen. Jadi, meski stok pupuk kita banyak kalau tidak ada persetujuan dari pemerintah untuk mengeluarkan atau menyalurkannya, kami tidak akan keluarkan,” jelasnya.

Selain untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2022, tambah Agus, stok pupuk subsidi yang tersedia saat ini juga untuk kebutuhan penyaluran pupuk di tahun 2023.

Terkait dengan serapan pupuk yang tidak sampai 100 persen hingga akhir tahun, Agus mengungkapkan ada beberapa daerah yang memang serapannya rendah, tetapi ada juga yang serapannya tinggi.

Namun, Pupuk Indonesia tidak bisa melakukan intervensi dengan melakukan realokasi pupuk dari serapan rendah ke daerah yang serapannya tinggi tanpa ada persetujuan dari pemerintah ataupun kementerian terkait.

“Tetapi ada juga daerah yang kebutuhan pupuknya rendah namun meminta tinggi. Akibatnya, serapannya tidak habis atau tidak mencapai seratus persen. Untuk kasus seperti ini, biasanya ada sanksi yang diberikan,” jelas Agus.

Agus juga menjelaskan, pupuk subsidi dari yang tadinya dialokasikan lima jenis yakni, Urea, NPK, Za, SP-36 dan Urea namun saat ini menjadi dua jenis saja, yakni Urea dan NPK.

“Begitu juga terhadap komoditas tanaman yang dibolehkan menggunakan pupuk subsidi dikurangi dari 70 jenis komoditas menjadi 9 komoditas, yakni padi, jagung, kedelai, tebu, kakao, kopi, cabai merah, bawang dan bawang putih. Dan, itupun luasannya hanya 2 hektare saja per petani per musim tanam,” papar Agus.