20 Polisi Terlibat Kanjuruhan Belum Terima Sanksi Etik Disoroti Aremania

Inionline.id – Tim Gabungan Aremania (TGA) mencium gelagat aneh soal mandeknya proses pemeriksaan etik terhadap 20 personel Polri yang diduga melakukan pelanggaran pengamanan saat Tragedi Kanjuruhan. Tiga di antaranya bahkan sudah berstatus tersangka.

Sebanyak 20 polisi itu, termasuk tiga yang tersangka, hingga saat ini masih berstatus sebagai anggota Polri aktif. Alih-alih dipecat, sanksi etik pun belum dijatuhkan.

Pendamping Hukum TGA, Anjar Nawan Yusky mengatakan berhentinya proses pemeriksaan etik terhadap para polisi itu, justru akan menyulitkan berkembangnya proses penyidikan.

“Kami dapat informasi memang proses pemeriksaan etik di Polda Jatim ditangguhkan sampai ada vonis pengadilan. Problemnya penyidikan yang melibatkan anggota Polri, sulit berkembang karena proses pemeriksaan etiknya mandek,” kata Anjar, Selasa (29/11).

Menurut TGA, proses pemeriksaan etik harusnya bisa berjalan beriringan dengan proses pidana. Sebab dari sana, bisa muncul banyak petunjuk untuk mengembangkan penyidikan.

“Dari proses pemeriksaan etik dapat diketahui fakta-fakta yang kalau ada unsur pidananya, bisa menjadi petunjuk untuk mengembangkan penyidikan atau temukan tersangka baru. Coba bandingkan dengan kasus Sambo. Setelah proses etik, muncul perkara dengan banyak tersangka baru,” ucapnya.

Lebih lanjut, kata Anjar, belum dijatuhkannya sanksi etik atau pemecatan kepada tersangka, juga akan berpotensi menyulitkan pembuktian saat proses persidangan nanti.

“Para tersangka atau terdakwa nanti disidang statusnya masih polisi aktif. Misal tidak ada sanksi pemberhentian justru nanti akan menyulitkan dalam pembuktian,” ucapnya.

Pasalnya, para tersangka masih memiliki pangkat di kepolisian. Hal itu tentu akan berpengaruh kepada anak buahnya bila dimintai kesaksian di pengadilan nanti.

“Apa mungkin seorang bawahan memberikan keterangan yang memberatkan kepada atasannya atau mantan atasannya? Perlu diingat meski mereka non-job tapi pangkatnya masih melekat di pundak,” tambah Anjar.

Karena itu, TGA pun mendorong agar Propam Polda Jatim dan Propam Mabes Polri untuk segera melanjutkan proses pemeriksaan etik terhadap 20 polisi tersebut.

Merespons hal itu, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto menyebut, 20 personel polisi yang diduga melakukan pelanggaran etik saat pengamanan di Stadion Kanjuruhan itu, telah diproses di internal Polda Jatim.

Namun soal sanksi yang dijatuhkan, pihaknya masih menunggu keputusan pengadilan lebih dulu. Alasannya, kata Dirmanto, pihaknya tak mau gegabah dalam menjatuhkan hukuman etik bagi para anggota Polri tersebut.

Kendati demikian, kata dia, 20 anggota polisi itu, saat ini sudah dibebastugaskan dari Polda Jatim dan tak memiliki jabatan apapun.

“Dulu pernah disampaikan bahwa 20 orang sudah kode etik, tapi [sanksi] menunggu bagaimana proses sidang pengadilan. Jadi kami tunggu hasilnya, jadi polisi enggak salah dalam penjatuhan hukuman di kode etik nanti. Pokoknya ini proses. Mereka sudah enggak ada jabatan di Polda,” kata Dirmanto, di Mapolda Jatim, Senin (28/11).

Diketahui, sebanyak 20 anggota Polri, diduga melakukan pelanggaran etik saat melaksanakan pengamanan di Stadion Kanjuruhan, ketika tragedi terjadi.

Enam di antaranya adalah personel Polres Malang yakni FH, WS, BS, BSA, SA dan WA. Kemudian 14 lainnya adalah personel di lingkungan Satbrimob Polda Jatim yaitu AW, DY, HD, US, BP, AT, CA, SP, MI, MC, YF, TF, MW, dan WAL.

Tiga dari 20 polisi itu, tiga di antaranya sudah berstatus sebagai tersangka. Mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto selaku Kabag Ops Polres Malang. Dia jadi tersangka karena tahu ada aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata.

Akan tetapi yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang personel memakai gas air mata. Dia terancam jeratan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.

Kemudian AKP Hasdarmawan selaku Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur. Dia yang memerintahkan personel lainnya menembakkan gas air mata. Dia disangkakan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.

Kemudian, tersangka berikutnya adalah AKP Bambang Sidik Achmadi selaku Kasat Samapta Polres Malang. Dia memerintahkan personel menembakkan gas air mata. Karena perbuatannya dia terancam Pasal 359 dan atau 360 KUHP.