Inionline.id – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyesalkan pemerintah lalai mengawasi sekolah naungan Khilafatul Muslimin. Polisi menemukan 30 sekolah bahkan sampai jenjang perguruan tinggi masih beroperasi.
“Kami sangat menyayangkan begitu lemahnya pengawasan Kemendikbudristek dan Kemenag, seperti kecolongan. Kenapa bisa ada satuan pendidikan yang patut diduga berafiliasi bahkan dinaungi kelompok ekstrem yang sudah belasan tahun?” kata Kabid Litbang Pendidikan P2G Feriyansyah dalam keterangan tertulis, Kamis, 16 Juni 2022.
Dia menyebut pengawasan dinas pendidikan mulai dari level kecamatan, kota/kabupaten, sampai provinsi tidak berjalan. Feriyansyah mengatakan hal ini merupakan kesalahan kolektif yang fatal dan patut menjadi koreksi bersama sekaligus instrospeksi Pemda termasuk Kemdikbudristek.
Namun, pihaknya tidak menyarankan sekolah-sekolah atau madrasah di bawah organisasi ekstrem tersebut ditutup. Sebab, akan merugikan dan melanggar hak-hak dasar anak memperoleh pendidikan.
Penutupan juga berpotensi merugikan hak anak dan guru serta tenaga kependidikan. Sebaliknya, kata dia, pemerintah perlu melakukan intervensi pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan kepada sekolah, guru, dan siswa.
“P2G berharap, Mas Menteri Nadiem (Mendikbudristek Nadiem Makarim) dan Gus Menteri Yaqut (Menag Yaqut Cholil Qoumas) membina, mendampingi, dan merestrukturisasi kurikulum pembelajaran sekolah/madrasah di bawah organisasi berhaluan ekstrem tersebut,” kata Kepala Bidang Litbang Guru P2G Agus Setiawan.
Agus menuturkan peninjauan ulang dan restrukturisasi kurikulum patut dilakukan agar disain pembelajaran sekolah itu tidak bertolak belakang dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan struktur Kurikulum Nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Agus mengatakan pihaknya juga mendorong Kemdikbudristek dan Kemenag memperkuat peran Pendidikan Pancasila dan program Moderasi Beragama dalam struktur kurikulum nasional. Khususnya, di sekolah dan madrasah.
“Pendidikan Pancasila dan Moderasi Beragama mendesak diaktualisasikan nyata, sehingga membentuk karakter dan budaya sekolah,” kata guru Pendidikan Agam Islam tersebut.
Pengurus Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) ini juga mendesak Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah meningkatkan pendampingan, pengawasan, dan peningkatan kompetensi kepada guru dan sekolah di wilayahnya. Dia mempertanyakan
Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah tidak mengetahui ada sekolah di daerah tak menggelar upacara bendera, tak memasang simbol kebangsaan Burung Garuda, serta simbol kebangsaan lainnya di sekolah.
“Jelas sekolah tidak melakukan pendidikan kebangsaan sebagaimana mestinya. Apa yang dapat kita harapkan jika SDM dan generasi bangsa kita anti Pancasila dan anti NKRI,” tutur dia.
Agus menyebut dampak ideologis bagi seluruh peserta didik harus dihentikan dari sekarang. Hal itu agar tidak makin jadi ancaman ideologis di masa mendatang.
P2G juga mengimbau masyarakat, khususnya calon orang tua murid tidak asal menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Khususnya yang terindikasi mengajarkan paham radikal yang bertentangan dengan konsensus kebangsaan Pancasila, UUD 195, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Agus meminta orang tua tak gampang tergiur dengan iming-iming Uang Pangkal gratis atau SPP murah. Calon orang tua murid mesti mempelajari terlebih dulu profil calon sekolah bagi anaknya.
“Tentu ini tak akan berhasil tanpa pengarahan dan informasi dari Dinas Pendidikan setempat,” kata Agus.