P2G Sesalkan Pemerintah Lalai Mengawasi Sekolah Naungan Khilafatul Muslimin

Pendidikan157 views

Inionline.id – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyesalkan pemerintah lalai mengawasi sekolah naungan Khilafatul Muslimin. Polisi menemukan 30 sekolah bahkan sampai jenjang perguruan tinggi masih beroperasi.

“Kami sangat menyayangkan begitu lemahnya pengawasan Kemendikbudristek dan Kemenag, seperti kecolongan. Kenapa bisa ada satuan pendidikan yang patut diduga berafiliasi bahkan dinaungi kelompok ekstrem yang sudah belasan tahun?” kata Kabid Litbang Pendidikan P2G Feriyansyah dalam keterangan tertulis, Kamis, 16 Juni 2022.

Dia menyebut pengawasan dinas pendidikan mulai dari level kecamatan, kota/kabupaten, sampai provinsi tidak berjalan. Feriyansyah mengatakan hal ini merupakan kesalahan kolektif yang fatal dan patut menjadi koreksi bersama sekaligus instrospeksi Pemda termasuk Kemdikbudristek.

“Sebagai langkah preventif, antisipatif, sekaligus mitigasi makin meluasnya pemahaman anti Pancasila di satuan pendidikan”, kata pengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini.

Namun, pihaknya tidak menyarankan sekolah-sekolah atau madrasah di bawah organisasi ekstrem tersebut ditutup. Sebab, akan merugikan dan melanggar hak-hak dasar anak memperoleh pendidikan.

Penutupan juga berpotensi merugikan hak anak dan guru serta tenaga kependidikan. Sebaliknya, kata dia, pemerintah perlu melakukan intervensi pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan kepada sekolah, guru, dan siswa.

“P2G berharap, Mas Menteri Nadiem (Mendikbudristek Nadiem Makarim) dan Gus Menteri Yaqut (Menag Yaqut Cholil Qoumas) membina, mendampingi, dan merestrukturisasi kurikulum pembelajaran sekolah/madrasah di bawah organisasi berhaluan ekstrem tersebut,” kata Kepala Bidang Litbang Guru P2G Agus Setiawan.

Agus menuturkan peninjauan ulang dan restrukturisasi kurikulum patut dilakukan agar disain pembelajaran sekolah itu tidak bertolak belakang dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan struktur Kurikulum Nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

P2G juga meminta masyarakat luas tidak menstigmatisasi bahkan mengucilkan siswa atau guru sekolah di bawah naungan Khilafatul Muslimin. Agus menyebut mereka butuh dirangkul dengan pendekatan lebih humanis dan bimbingan dari pemerintah serta elemen masyarakat, dan ormas agama, seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah serta organisasi profesi guru.

Agus mengatakan pihaknya juga mendorong Kemdikbudristek dan Kemenag memperkuat peran Pendidikan Pancasila dan program Moderasi Beragama dalam struktur kurikulum nasional. Khususnya, di sekolah dan madrasah.

“Pendidikan Pancasila dan Moderasi Beragama mendesak diaktualisasikan nyata, sehingga membentuk karakter dan budaya sekolah,” kata guru Pendidikan Agam Islam tersebut.

Agus meminta Kemdikbudristek, Kemenag, dan Pemda tak luput melakukan pembinaan dan pendampingan serta upaya re-ideologisasi Pancasila kepada seluruh guru dan siswa sekolah yang bernaung di bawah organisasi ekstrem ini. “Kami khawatir jika tak dilakukan, guru dan siswanya akan menjadi agen penetrasi dan indoktrinasi ideologi radikal dan anti Pancasila di lingkungan masyarakat,” tutur Agus.

Pengurus Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) ini juga mendesak Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah meningkatkan pendampingan, pengawasan, dan peningkatan kompetensi kepada guru dan sekolah di wilayahnya. Dia mempertanyakan
Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah tidak mengetahui ada sekolah di daerah tak menggelar upacara bendera, tak memasang simbol kebangsaan Burung Garuda, serta simbol kebangsaan lainnya di sekolah.

“Jelas sekolah tidak melakukan pendidikan kebangsaan sebagaimana mestinya. Apa yang dapat kita harapkan jika SDM dan generasi bangsa kita anti Pancasila dan anti NKRI,” tutur dia.

Agus menyebut dampak ideologis bagi seluruh peserta didik harus dihentikan dari sekarang. Hal itu agar tidak makin jadi ancaman ideologis di masa mendatang.

P2G juga mengimbau masyarakat, khususnya calon orang tua murid tidak asal menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Khususnya yang terindikasi mengajarkan paham radikal yang bertentangan dengan konsensus kebangsaan Pancasila, UUD 195, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Agus meminta orang tua tak gampang tergiur dengan iming-iming Uang Pangkal gratis atau SPP murah. Calon orang tua murid mesti mempelajari terlebih dulu profil calon sekolah bagi anaknya.

“Tentu ini tak akan berhasil tanpa pengarahan dan informasi dari Dinas Pendidikan setempat,” kata Agus.