Mahasiswa ITB Menciptakan Depression Test, Alat Deteksi Stres dari Urine

Pendidikan157 views

Inionline.id – Stres adalah perubahan reaksi tubuh ketika menghadapi ancaman, tekanan, atau situasi baru. Ketika menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.

Kondisi ini membuat detak jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan menjadi lebih cepat, serta otot menjadi tegang. Melihat permasalahan stres yang dapat dialami setiap orang, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam kelompok Pekan Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta membuat inovasi sebuah alat deteksi dini sederhana gejala stres berdasarkan pemeriksaan urine yang diberi nama “Depression Test”.

Kelompok ini diketuai Maha Yudha Samawi (Biologi, 2019) dan beranggotakan Alifia Zahratul Ilmi (Teknik Biomedis, 2019) dan Gardin Muhammad Andika Saputra (Teknik Material, 2019). Gardin menjelaskan sederhananya orang yang mengalami stres akan mengalami perubahan konsentrasi pada beberapa zat dalam urine mereka.

“Jadi, kami memanfaatkan fase ini. Karena senyawa-senyawanya mengalami perubahan karakter spesifik kalau sudah dikasih sinyal. Dari sana, kami bisa mendeteksi orang yang mengikuti percobaan ini sudah sampai tahap depresi atau belum,” kata Gardin dikutip dari laman itb.ac.id, Kamis, 21 April 2022.

Inovasi ini bermula dari pengembangan tugas yang dikerjakan Yudha saat menjalani Tahap Persiapan Bersama di SITH ITB. Proses pembuatan alat ini dimulai saat masa pandemi.

Gardin menyebut progres pembuatan alat tergolong lambat dan belum 100 persen selesai lantaran berbagai kendala yang mengadang pada masa pandemi covid-19. Dia menyebut alat yang diciptakan itu untuk keperluan lomba, sehingga banyak hal-hal tidak terduga terjadi.

“Tapi dari proses ini kita bisa belajar lebih jauh tentang ke depannya sampai rasanya habis presentasi itu kaya kami habis selesai sidang,” cerita Gardin.

Berbagai kendala juga dihadapi kelompok ini dalam proses perancangan alat. Kendala utama ialah transisi waktu.

Gardin menuturkan proposal inovasi dibuat saat tim masih TPB. Namun, alat baru bisa dibuat saat tahun kedua perkuliahan di mana waktu tersebut banyak diisi kegiatan orientasi atau ospek jurusan.

Selain itu, tim juga merasa saat itu wawasan yang dimiliki masih dasar. Ditambah lagi, masa pandemi membuat kegiatan tak bisa dilakukan di laboratorium yang akhirnya menghambat proses pengambilan data dan analisis.

Namun, tim berhasil berjuang dan berkoordinasi untuk mengatasi permasalahan ini di tengah kesibukan kuliah. Gardin menyebut hal penting yang harus dilakukan untuk melanjutkan penelitian ialah menyempatkan waktu untuk diskusi, menguatkan komitmen, mengatur skala prioritas, dan mengetahui sistem kerja di jurusan kuliah masing-masing untuk dapat mengatur waktu.

Selain itu, pembagian tugas yang efisien juga menjadi kunci sukses dari pengembangan alat ini.
Pembagian tugas yang diterapkan di kelompok ini berdasarkan dari jurusan kuliah setiap anggota.

Yudha bertugas membuat planning dan mengatur urusan sumber daya. Gardin bertugas urusan administrasi dan pembuatan laporan. Sementara itu, Alifia dari Teknik Biomedis bertugas membuat desain arduino, desain grafis, dan presentasi.

Hasilnya, alat yang mereka rancang memiliki akurasi di angka 90 persen. Hasil alat ini dikalibrasi dengan tes BDI (Beck Depression Inventory) yang saat ini umum digunakan di kedokteran jiwa. Sehingga, terdapat tiga level penderita depresi, yakni rendah, sedang, dan berat.

Tim berharap inovasi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang di masa depan. Gardin juga berharap alat akan tersedia di setiap fasilitas kesehatan indonesia.

“Jadi, orang yang memiliki masalah mental jadi lebih mudah untuk mengatasi dan menanggulanginya. Sehingga orang tersebut tidak perlu melalui berbagai hal rumit yang menghambat kesembuhannya,” tutur Gardin.